TERBARU

NasionalNews

SK Pengalihan 4 Pulau Bisa Memecah Belah Aceh dan Sumut

ORINEWS.id – Surat sakti yang diterbitkan Mendagri Tito Karnavian bisa memicu perpecahan antara Provinsi Sumatera Utara (Sumut) dengan Aceh. SK Mendagri bernomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 yang mengalihkan pengelolaan Pulau Panjang, Lipan, Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek ke Sumut bisa memicu konflik besar.

Riak-riak perpecahan tercermin dari pertemuan Gubernur Sumatera Utara (Sumut), Bobby Nasution, dengan Gubernur Aceh, Muzakkir Manaf, pada Rabu (4/6/2025) lalu.

Pertemuan berlangsung di Pendopo Gubernur Aceh itu berlangsung singkat, hanya hitungan menit. Mualem, sapaan Gubernur Aceh, meninggalkan lokasi lebih awal untuk memenuhi agenda pertemuan dengan masyarakat di wilayah Barat Selatan (Barsela) Aceh.

Pengamat kebijakan publik sekaligus akademisi Universitas Syiah Kuala, Aceh, Dr Nasrul Zaman khawatir akan perpecahan ini. Langkah Tito menerbitkan SK tersebut bisa melukai perjuangan panjang negara dalam mendamaikan Aceh. Dia mendesak Presiden Prabowo Subianto turun tangan dan mencopot Tito.

“Hal ini penting dilakukan presiden. Sejarah panjang republik ini dengan Aceh dan dicaploknya empat pulau itu menjadi benih perpecahan dan perlawanan pasca damai di Aceh,” kata Nasrul kepada wartawan, dikutip di Jakarta, Rabu (11/6/2025).

Nasrul menduga peraturan itu dibuat untuk membenturkan masyarakat Aceh dengan masyarakat Sumut. Hal ini, kata Nasrul, pernah dilakukan oleh pemerintah pada masa konflik dulu. Dia menegaskan, sejumlah elemen di Aceh dan Sumatra Utara sadar bahwa empat pulau itu memang milik Aceh. Sejak 1992 tidak ada satupun argumentasi dari Pemerintah Provinsi Sumut tentang empat pulau itu.

Secara terpisah, anggota DPD RI asal Aceh, Azhari Cage menolak mentah-mentah SK yang diterbitkan Tito. Dia bilang, ceh memiliki bukti kuat dan sah atas kepemilikan keempat pulau itu, mulai dari dokumen agraria hingga kesepakatan antar-pemerintah provinsi pada masa lalu.

BACA JUGA
Kabar Duka, Ekonom Senior Rizal Ramli Tutup Usia

Salah satu bukti tertulis yang ia sebut adalah surat tanah tertanggal 17 Juni 1965 atas nama Teuku Daud bin T. Radja, dikeluarkan oleh Kepala Inspeksi Agraria Daerah Istimewa Aceh ketika wilayah Singkil masih bagian dari Aceh Selatan.

Ia mengungkapkan adanya nota kesepakatan antara Pemerintah Provinsi Aceh dan Sumut pada 10 September 1988, serta perjanjian resmi yang ditandatangani Gubernur Sumut Raja Inal Siregar dan Gubernur Aceh Ibrahim Hasan pada 22 April 1992, yang disaksikan langsung oleh Mendagri saat itu, Rudini. “Semua bukti itu sah, mengikat, dan menunjukkan bahwa keempat pulau tersebut bagian dari Aceh,” kata Azhari, dikutip Rabu (11/6/2025).

Sementara, Direktur Eksekutif Studi Demokrasi Rakyat (SDR), Hari Purwanto, menilai keputusan tersebut sarat kepentingan Politik dan diduga sebagai bentuk balas jasa kepada keluarga Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi).

“Ada skenario pecah belah dalam KMP (Koalisi Merah Putih) dan penyelamatan dinasti Jokowi. Pulau-pulau yang sebelumnya dimiliki Aceh diperkuat dengan Kepmendagri dimiliki Sumut,” kata Hari, Senin (9/6/2025).

Hari menilai keputusan itu memperlihatkan hubungan politik yang saling menguntungkan antara Mendagri dan lingkaran kekuasaan Jokowi.

Sedangkan, Menteri Tito tak mempersoalkan segala kritik. Dia mengatakan pemerintah pusat tidak memiliki kepentingan pribadi, melainkan hanya ingin menyelesaikan masalah batas wilayah secara objektif dan legal. Bagi yang tidak puas, silakan tempuh jalur hukum.

“Kami memahami kalau ada pihak yang tidak puas. Tapi kami terbuka terhadap evaluasi atau gugatan hukum, termasuk ke PTUN. Silakan saja,” katanya di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (10/6/2025).

Artikel Terkait

Load More Posts Loading...No more posts.
Enable Notifications OK No thanks