ORINEWS.id – Sidang putusan terhadap Hasto Kristiyanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat, memanas bukan hanya karena vonis yang dijatuhkan, melainkan juga karena kontroversi yang muncul soal kebiasaan Ketua Majelis Hakim Rios Rahmanto menggunakan masker sepanjang proses sidang.
Protes resmi disampaikan oleh tim kuasa hukum Hasto, Ronny Talapessy, yang mempertanyakan transparansi persidangan terbuka.
Menanggapi hal tersebut, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memberikan klarifikasi secara menyeluruh tentang alasan masker menjadi bagian rutin pengadilan.
Sidang vonis yang digelar hari Jumat, 25 Juli 2025, berlangsung di ruang Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat dengan Ketua Majelis Rios Rahmanto yang tetap mengenakan masker hitam mulai dari awal hingga akhir persidangan.
Ronny Talapessy secara keras menyuarakan protes setelah sidang usai dengan menyatakan bahwa praktik itu menimbulkan kesan bahwa persidangan sesungguhnya tidak sepenuhnya terbuka.
Ia bahkan menegaskan bahwa sidang tersebut terkesan sebagai “pesanan Politik” karena ketua majelis tak memperlihatkan wajahnya sejak dakwaan dibacakan hingga vonis diucapkan.
Sebagai tanggapan, Juru Bicara PN Jakarta Pusat, Andi Saputra yang juga menjabat sebagai Jubir I khusus isu korupsi menegaskan bahwa kebiasaan mengenakan masker oleh Hakim Rios bukan hal baru dan bukan berkaitan dengan kasus tertentu.
Ia menjelaskan bahwa hakim tersebut pernah dua kali terinfeksi COVID‑19 dan sejak itu nyaman memakai masker sebagai langkah menjaga kesehatan, terutama di tengah polusi udara yang kerap buruk di Jakarta.
Kebiasaan ini juga diterapkan di sidang-sidang lainnya, tidak hanya saat mengadili Hasto, sehingga protes tim hukum dipandang tidak berdasar.
Sidang tersebut berakhir dengan vonis pidana penjara selama 3,5 tahun dan denda Rp 250 juta terhadap Hasto Kristiyanto, yang terbukti melakukan suap terkait pergantian antarwaktu anggota DPR RI Harun Masiku. Majelis hakim menyatakan bahwa tuduhan perintangan penyidikan tidak terbukti, sehingga vonis ini lebih ringan dari tuntutan jaksa KPK yang sebelumnya mengancam tujuh tahun penjara dan denda Rp 600 juta subsider enam bulan kurungan
Sebelum vonis ini, Ronny Talapessy secara konsisten menyuarakan keberatan terhadap tuntutan jaksa. Sejak tuntutan dibacakan pada awal Juli 2025, Ronny menilai tuntutan jaksa KPK tidak logis, tidak berdasar fakta sidang, dan banyak ditopang asumsi tanpa bukti kuat.
Ia menyoroti tidak ditemukan saksi yang menyatakan keterlibatan langsung Hasto dalam dugaan suap maupun perintangan penyidikan, serta tidak ada motif menguntungkan yang terbukti secara nyata
Selain itu, peran sistem keamanan sidang juga menjadi sorotan. Sebanyak 1.087 personel gabungan dikerahkan untuk menjaga jalannya sidang agar tetap aman dan tertib.
Namun, meski pengamanan ketat diterapkan, kerumunan massa dan pihak media tetap menyoroti aspek transparansi prosedural persidangan yang seharusnya menjadi barometer keterbukaan institusi peradilan. []