ORINEWS.id – Militer Israel melaporkan pada Rabu (25/6/2025) bahwa tujuh tentaranya tewas akibat ledakan alat peledak di Khan Yunis, Gaza selatan, sehari sebelumnya. Insiden ini menjadi jumlah korban tewas tertinggi dalam satu kejadian sejak gencatan senjata antara Israel dan Hamas berakhir pada Maret 2025.
Seperti dilansir I24News, ini adalah jumlah korban tewas tertinggi dalam satu insiden di Gaza bagi militer Israel sejak gencatan senjata antara Israel dan Hamas berakhir pada Maret. Ini menjadi pengingat akan konflik yang sedang berlangsung di Gaza setelah dua pekan perang Israel-Iran menarik perhatian dunia.
Menurut IDF, selama serangan di pusat Khan Yunis, seorang pejuang Palestina mendekati pengangkut personel lapis baja (APC) Puma yang membawa tujuh tentara itu. Pelaku kemudian memasang alat peledak pada kendaraan itu dan melarikan diri dari tempat kejadian. Bom itu meledak dan membakar APC itu hingga ke-7 tentara tewas terbakar hidup-hidup.
Brigjen Effie Defrin, juru bicara utama militer Israel menggambarkan kematian tersebut sebagai bagian dari insiden “kompleks” yang masih diselidiki. Ia mengklaim batalion tempat para prajurit tersebut berada telah menemukan dan menghancurkan terowongan serta membunuh pejuang Palestina.
Brigade Qassam, sayap militer Hamas, mengunggah di Telegram bahwa para operatornya telah menargetkan pasukan Israel di Khan Younis pada Selasa, tetapi tidak jelas apakah itu merujuk pada tujuh tentara yang tewas.
Genosida di Gaza dimulai setelah serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 terhadap Israel, yang menewaskan sekitar 1.200 warga Israel dan sekitar 250 lainnya disandera. Serangan balas dendam Israel telah menghancurkan Gaza, dan lebih dari 57.000 warga Palestina telah tewas di daerah kantong itu, mayoritas perempuan dan anak-anak.
Hari paling mematikan bagi militer Israel sejak dimulainya perang adalah pada Januari 2024, ketika 24 tentara tewas, termasuk 20 orang dalam satu ledakan.
Meskipun Israel dan Hamas telah terlibat dalam negosiasi tidak langsung untuk gencatan senjata baru dan pembebasan sandera, mereka telah berulang kali gagal mencapai kesepakatan.
Pembicaraan terhenti karena gencatan senjata baru yang permanen. Hamas bersikeras agar perang di Gaza benar-benar berakhir. Sementara Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu melanggar kesepakatan gencatan senjata sebelumnya, yang sudah disepakati di era Presiden AS Joe Biden, dengan menolak tuntutan yang sebelumnya sudah disepakati itu.
Warga Palestina di Gaza mengalami kelaparan karena kesulitan mencari makanan, bahan bakar, dan obat-obatan akibat blokade Israel terhadap masuknya barang ke wilayah tersebut. Israel memblokir bantuan untuk masuk ke Gaza selama hampir tiga bulan awal tahun ini.
Namun sejak pertengahan Mei, Israel mengklaim mengizinkan hanya sedikit pasokan masuk melalui sistem distribusi baru yang didukung Israel dan Amerika Serikat.
Peluncuran mekanisme baru, yang diklaim pejabat Israel memungkinkan warga Palestina untuk mengakses makanan tanpa menguntungkan Hamas, justru menjadi “Hunger Games” atau pembantaian terhadap warga Gaza oleh militer Israel.
Tentara Israel, menggunakan tank dan drone militer, menembaki sejumlah warga Palestina hingga tewas saat mereka mendekati lokasi distribusi Yayasan Kemanusiaan Gaza (GHF) yang diprotes oleh PBB dan organisasi internasional lainnya.
Lima puluh sandera yang diculik selama Hamas Oktober 2023 diyakini masih berada di Gaza. Sekitar 20 orang di antaranya diperkirakan masih hidup, sementara sisanya diduga telah meninggal, menurut otoritas Israel. Para sandera masih berada dalam kondisi yang berbahaya, kata keluarga mereka, yang mendesak mereka untuk segera dipulangkan dengan aman.
Baik warga sipil Palestina maupun keluarga sandera di Israel telah menyatakan harapan bahwa gencatan senjata antara Israel dan Iran pada Selasa akan berlanjut dengan gencatan senjata di Gaza. []