ORINEWS.id – Iran meluncurkan serangan rudal dalam jumlah besar ke Israel, beberapa saat yang lalu. Serangan ini dilakukan setelah militer Amerika Serikat menyerang tiga lokasi fasilitas nuklir di Iran, Minggu (22/6/2025).
Sirene dibunyikan di beberapa bagian Israel dan ledakan terdengar di beberapa bagian Israel tengah, termasuk Tel Aviv dan Haifa.
Iran serang Israel dengan meluncurkan 27 rudal dan menyebabkan kerusakan parah di kota Tel Aviv dan Haifa, Minggu (22/6/2025).
Menurut laporan Aljazeera (22/6/2025), militer Israel mengatakan Iran meluncurkan dua serangan dengan total 27 rudal.
Dua puluh dua rudal ditembakkan pada serangan pertama dan lima rudal ditembakkan pada serangan kedua.
Daerah yang menjadi sasaran cukup luas, mulai dari Dataran Tinggi Golan Suriah yang diduduki, Galilea bagian atas, hingga daerah pesisir utara dan tengah.
Sepuluh lokasi terpisah dikabarkan terkena dampak, baik secara langsung oleh rudal maupun pecahan peluru besar.
Serangan Iran ke Israel tersebut menyebabkan kerusakan parah di lokasi terdampak, terutama di daerah Tel Aviv dan Haifa.
Belum diketahui jenis bangunan apa saja yang terkena serangan tersebut. Laporan awal dari layanan medis Israel mengatakan ada sekitar 16 orang yang terluka.
Petugas medis masih menyisir area yang rusak untuk memastikan semua korban telah merawat semua yang terluka.
Serangan ini menjadi pertama kalinya dua serangan rudal yang diluncurkan dalam waktu yang berdekatan.
📎 Baca juga: Iran Nyatakan Perang usai Fasilitas Nuklir Dibom AS
Jika biasanya, ada jeda waktu beberapa jam di antara setiap serangan rudal. Kali ini, jeda waktunya hanya kurang dari setengah jam.
Sejalan dengan itu, AFP (22/6/2025) juga memberitakan bahwa Militer Israel mendeteksi dua gelombang serangan rudal yang ditembakkan dari Iran.
“Beberapa saat lalu, sirene berbunyi di sejumlah wilayah Israel setelah terdeteksi adanya rudal yang diluncurkan dari Iran menuju Negara Israel,” demikian pernyataan resmi Militer Israel dilansir AFP.
“Saat ini, Angkatan Udara Israel tengah beroperasi untuk mencegat dan menyerang jika diperlukan demi menghilangkan ancaman,” lanjut pernyataan tersebut.
Sekitar 30 menit kemudian, pernyataan serupa dikeluarkan terkait gelombang serangan kedua, sebelum peringatan udara dicabut pada pukul 08.10 pagi waktu setempat.
Eskalasi konflik
Keputusan Presiden Donald Trump untuk mengirim pesawat pengebom dan rudal jelajah ke Iran secara dramatis meningkatkan konflik dan menggerakkan AS ke operasi ofensif, bukan hanya posisi defensif untuk melindungi Israel dan pasukan Amerika di wilayah tersebut.
Menteri Luar Negeri Abbas Araghchi mengatakan di media sosial bahwa Iran “memiliki semua pilihan” dalam membela diri.
Sementara Trump mengancam akan melakukan lebih banyak serangan kecuali Iran mengupayakan perdamaian.
Artinya: Iran hanya boleh diam saat diserang dan tidak boleh membalas. Namun mungkinkah sebuah negara berdaulat rela negaranya diacak-acak seperti itu?
Karim Sadjadpour, seorang peneliti senior di Carnegie Endowment for International Peace dan pakar Iran terkemuka, mengatakan tidak mungkin kepemimpinan negara itu akan menempuh jalan itu.
“Banyak opsi pembalasan Iran yang setara dengan bom bunuh diri,” katanya dalam serangkaian posting di X.
“Mereka dapat menyerang kedutaan dan pangkalan AS, menyerang fasilitas minyak di Teluk Persia, menambang Selat Hormuz, atau menghujani Israel dengan rudal.”
Pasar energi siap mengalami guncangan besar karena investor mencerna implikasi dari pemboman AS terhadap Iran, eksportir minyak utama. Harga minyak mentah telah melonjak segera setelah serangan udara Israel, dan dapat melonjak lebih tinggi lagi, tergantung pada bagaimana Iran menanggapinya.”
Dalam sebuah catatan minggu lalu, George Saravelos, kepala penelitian valas di Deutsche Bank, memperkirakan bahwa skenario terburuk dari gangguan total terhadap pasokan minyak Iran dan penutupan Selat Hormuz dapat menyebabkan harga minyak di atas $120 per barel.
Hal ini karena Selat Hormuz merupakan titik kritis dalam perdagangan energi global, karena setara dengan 21 persen dari konsumsi cairan minyak bumi global, atau sekitar 21 juta barel per hari, mengalir melalui jalur air sempit tersebut.
Analis lain juga memperingatkan potensi Iran untuk membalas dengan menyandera warga Amerika atau melancarkan serangan siber.
Dan Kelompok Houthi yang bersekutu dengan Iran di Yaman mengatakan sebelum Sabtu bahwa setiap serangan AS terhadap Iran akan memicu serangan terhadap kapal-kapal AS di wilayah tersebut.
Namun pensiunan Jenderal Angkatan Darat Wesley Clark, yang sebelumnya menjabat sebagai Panglima Tertinggi Sekutu di Eropa, mengatakan kepada CNN bahwa ia tidak berpikir Iran akan menggunakan respons maksimal seperti memblokir Selat Hormuz.
Sebaliknya, Iran mungkin akan meluncurkan beberapa rudal ke pangkalan-pangkalan AS di wilayah tersebut atau mengarahkan milisi pro-Teheran di Irak untuk menyerang pasukan AS. []