TERBARU

InternasionalNews

AS Akhirnya Bantu Israel Serang Iran, Konflik Makin Meluas

ORINEWS.id – Amerika Serikat (AS) akhirnya ikut mendukung Israel melakukan serangan militer ke Iran pada Ahad (22/6/2025). Hal ini dikhawatirkan membuat konflik antara Iran dan Israel makin luas dan menimbulkan gejolak luar biasa di kawasan Timur Tengah.

Presiden AS Donald Trump mengatakan dalam sebuah postingan di media sosial bahwa AS telah melakukan serangan “sangat sukses” terhadap fasilitas nuklir Iran di Fordow, Natanz, dan Isfahan dan bahwa semua pesawat kini telah keluar dari wilayah udara Iran. “Kami telah menyelesaikan serangan kami yang sangat sukses terhadap tiga lokasi nuklir di Iran, termasuk Fordow, Natanz, dan Esfahan. Semua pesawat kini berada di luar wilayah udara Iran,” kata Trump dalam sebuah postingan di Truth Social.

“Muatan penuh BOM dijatuhkan di lokasi utama, Fordow. Semua pesawat dengan selamat dalam perjalanan pulang. Selamat kepada Pejuang Amerika kita yang hebat. Tidak ada militer lain di Dunia yang bisa melakukan ini. SEKARANG WAKTUNYA UNTUK PERDAMAIAN! Terima kasih atas perhatian Anda terhadap masalah ini.”

Keputusan untuk melibatkan AS secara langsung terjadi setelah lebih dari seminggu serangan Israel terhadap Iran yang bertujuan untuk secara sistematis menghilangkan pertahanan udara dan kemampuan rudal ofensif negara tersebut, sekaligus merusak fasilitas pengayaan nuklirnya.

Namun, para pejabat AS dan Israel mengatakan bahwa pesawat pengebom siluman Amerika dan bom penghancur bunker seberat 13.500 kilogram yang hanya dapat mereka bawa menawarkan peluang terbaik untuk menghancurkan situs-situs yang dijaga ketat dan terkait dengan program nuklir Iran yang terkubur jauh di bawah tanah.

Konstitusi AS memberikan wewenang kepada anggota parlemen untuk menyatakan perang dan mengizinkan aktivitas militer. Namun Trump tidak meminta persetujuan Kongres sebelum menyerang Iran.

Di Senat dan Dewan Perwakilan Rakyat, legislator dari kedua partai besar telah mengajukan undang-undang yang memaksa Trump untuk menghadap Kongres sebelum menyerang situs nuklir Iran. Namun Trump mendahului pemungutan suara mengenai RUU tersebut. Kurangnya otorisasi Kongres kemungkinan akan menjadi topik pembicaraan utama dalam Politik AS, terutama jika terjadi perang yang lebih luas.

Trump sebelum serangan, pada Jumat waktu AS mengecilkan kemungkinan Washington meminta Israel untuk menghentikan serangannya. Ia mengatakan bahwa negara tersebut saat ini “memenangkan” konflik yang sedang berlangsung.

📎 Baca juga: Usai Bombardir Tiga Situs Nuklir, Trump Ancam Iran soal Target Selanjutnya Jika Balas Serang AS

“Saya pikir sangat sulit untuk mengajukan permintaan itu sekarang,” kata Trump kepada wartawan saat turun dari Air Force One di New Jersey. “Jika seseorang menang, itu sedikit lebih sulit dilakukan daripada jika seseorang kalah, tetapi kami siap, bersedia dan mampu, dan kami telah berbicara dengan Iran, dan kita akan lihat apa yang terjadi,” katanya.

Ketika ditanya tentang jadwal dua pekan yang dia tetapkan pada Kamis untuk membuat keputusan tentang pelaksanaan serangan Amerika Serikat terhadap Iran, Trump mengatakan bahwa itu adalah jumlah waktu “maksimum” yang akan dia berikan sebelum mengambil tindakan. “Ini hanya waktu untuk melihat apakah orang-orang sadar atas tindakannya atau tidak,” kata Trump.

Dia lebih jauh meremehkan pembicaraan yang berlangsung pada Jumat antara Araqchi dan menteri luar negeri dari tiga negara Eropa, dengan mengatakan, “Eropa tidak akan dapat membantu dalam hal ini.” “Mereka tidak membantu, tidak. Iran tidak ingin berbicara dengan Eropa. Mereka ingin berbicara dengan kami,” katanya.

Trump mengatakan bahwa dia yakin Iran akan dapat memperoleh senjata nuklir dalam hitungan pekan atau setidaknya dalam hitungan bulan dan mempertahankan pendapatnya. “Kita tidak dapat membiarkan itu terjadi.”

Iran telah membantah adanya niat untuk memperoleh senjata nuklir, dan telah mengatakan bahwa program nuklirnya diarahkan untuk tujuan sipil saja.

Amerika Serikat sebelumnya diketahui telah mengerahkan enam pesawat pengebom (bomber) siluman B-2 ke Guam, sebuah pulau di kawasan Mikronesia di Pasifik Barat. Informasi itu dilaporkan pada Sabtu (21/6/2025) oleh Fox News, yang mengutip data pelacakan penerbangan dan komunikasi suara dengan pengatur lalu lintas udara.

Stasiun televisi AS itu menyebutkan bahwa pesawat-pesawat itu tampaknya mengisi ulang bahan bakar usai lepas landas dari Missouri. Ini mengindikasikan bahwa saat berangkat tangki mereka tidak diisi penuh karena membawa muatan berat, yang kemungkinan adalah bom penghancur bunker.

“Menghancurkan (Fordow) dari udara hanya bisa dilakukan oleh AS,” ujar CEO Foundation for Defense of Democracies Mark Dubowitz seperti dikutip Fox News Digital. Fordow adalah salah satu situs nuklir milik Iran yang berada di dekat Kota Qom, sekitar 100 km dari ibu kota Teheran.

Direktur Kebijakan Luar Negeri Jewish Institute for National Security of America (JINSA) Jonathan Ruhe menjelaskan bahwa bom penghancur bunker memanfaatkan gaya gravitasi untuk menembus campuran tanah, batu, dan beton sebelum meledak di bawah tanah.

Ledakan itu bisa menghancurkan target secara langsung atau “meruntuhkan struktur” di sekitarnya tanpa harus menghancurkan fasilitas itu sepenuhnya, kata Ruhe.

Sebelumnya, harian Israel Haaretz mengutip seorang pejabat militer senior Iran yang menyatakan bahwa Fordow, yang berada di dalam terowongan di bawah pegunungan, telah ditetapkan sebagai salah satu target serangan.“Jika kami menerima perintah untuk menyerang, kami akan bertindak,” kata pejabat tersebut.

Menurut Haaretz, pesawat-pesawat B-2 itu berangkat dari Pangkalan Udara Whiteman di Missouri dan bergerak ke arah barat bersama empat pesawat pengisi bahan bakar menuju pangkalan strategis AS di Guam.

Masih belum jelas apakah mereka akan melanjutkan perjalanan ke Diego Garcia, salah satu pangkalan utama AS yang berlokasi sekitar 3.500 kilometer dari Iran.

Fordow dikenal sebagai salah satu situs nuklir Iran paling aman karena berada sekitar 80-90 meter di bawah tanah. Mengingat kedalaman dan kerumitan struktur fasilitas itu, pakar-pakar militer telah lama memperdebatkan apakah situs itu benar-benar bisa dihancurkan sepenuhnya, bahkan oleh bom konvensional terbesar milik AS.

Haaretz menggambarkan tiga skenario yang mungkin terjadi terkait serangan terhadap Fordow. Skenario pertama adalah serangan oleh AS secara langsung dengan menggunakan bom besar seperti MOAB (Massive Ordnance Air Blast) seberat 13-14 ton, yang dijatuhkan dari pesawat pengebom.

Skenario kedua adalah serangan oleh Israel dengan pesawat buatan AS, meski opsi ini dinilai kecil kemungkinannya pada saat ini. Skenario ketiga adalah serangan oleh Israel dengan armada mereka sendiri, termasuk jet siluman dan pesawat jarak jauh.

Haaretz menyebutkan bahwa rencana tersebut semakin mendesak untuk dibahas dalam beberapa hari terakhir. Pada Rabu, harian Maariv melaporkan bahwa para pejabat Israel tengah bersiap untuk kemungkinan menyerang Fordow tanpa harus menunggu persetujuan dari AS.

Ketegangan meningkat sejak Jumat (13/6/2025) dini hari, ketika Israel melancarkan serangan udara ke sejumlah lokasi di Iran, termasuk fasilitas militer dan nuklir. Iran melaporkan 430 orang tewas dan lebih dari 3.500 lainnya terluka akibat serangan itu.Serangan Israel kemudian dibalas oleh Iran, yang menewaskan sedikitnya 25 orang dan melukai ratusan lainnya, menurut Israel.

AS abaikan peringatan Rusia…

Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei pada Rabu memperingatkan Amerika Serikat bahwa serangan yang menargetkan Republik Islam akan “mengakibatkan kerusakan yang tidak dapat diperbaiki bagi mereka.” Dan juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran Esmail Baghaei menyatakan “setiap intervensi Amerika akan menjadi resep perang habis-habisan di kawasan.”

Rusia juga telah memberikan peringatan kepada AS untuk tidak ikut menyerang Iran karena langkah itu akan secara radikal mengganggu stabilitas Timur Tengah. Hal itu diutarakan Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Ryabkov pada Rabu (18/6/2025), sambil menuding serangan Israel ke Iran berisiko memicu sebuah kehancuran nuklir.

Pada Januari 2025, Rusia dan Iran menandatangani perjanjian kerja sama strategis. Rusia diketahui juga memiliki hubungan diplomatik dengan Israel meski belakangan merenggang lantaran akibat perang Rusia-Ukraina.

Berbicara di sela-sela forum ekonomi di St Petersburg, Ryabkov kepada Interfax mengatakan, bahwa Moskow mendesak Washington untuk menahan diri untuk terlibat langsung dalam perang Iran-Israel. Menurut Ryabkov, intervensi AS bisa berujung pada destabilisasi kawasan sambil mengkritisi opsi-opsi yang bersifat spekulatif dan menerka-nerka.

Sementara, Kepala Badan Intelijen Asing Rusia, Sergei Naryshkin, mengatakan situasi ketegangan antara Iran dan Israel saat ini berada dalam kondisi kritis. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Maria Zakharova mengatakan, serangan Israel terhadap infrastruktur nuklir Iran berarti dunia berjarak ‘milimeter’ terhadap kehancuran.

China juga mengkritik pendekatan yang dilakukan oleh Presiden AS, Donald Trump yang dianggap dapat memperburuk kondisi di Timur Tengah karena menggunakan ancaman terhadap Iran. Diketahui belakangan, Trump terus melancarkan retorikanya terhadap Iran baik melalui keterangan pers maupun media sosial.

“Memanasnya kawasan Timur Tengah tidak menguntungkan siapa pun. Mengobarkan api, menggunakan ancaman dan memberikan tekanan tidak membantu meredakan situasi dan hanya akan memperburuk ketegangan dan memperluas konflik,” kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Guo Jiakun dalam konferensi pers di Beijing pada Selasa (17/6/2025).

“China menyerukan kepada pihak-pihak terkait, terutama negara-negara dengan pengaruh khusus terhadap Israel, untuk mengambil tanggung jawab yang semestinya dan mengambil tindakan segera untuk mendinginkan situasi dan mencegah penyebaran konflik lebih lanjut,” tambah Guo Jiakun. []

Artikel Terkait

Load More Posts Loading...No more posts.
Enable Notifications OK No thanks