ORINEWS.id – Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu saat ini sedang pusing, sebab selain mendapat tekanan dari luar negeri, dia juga tertekan di dalam negeri.
Karena sekitar 39.000 warga Israel menuntut ganti rugi pada Netanyahu atas kerusakan yang dialami.
Warga Israel itu marah, sebab akibat perang dengan Iran, barang berharga miliknya hancur, seperti rumah, kendaraan, dan properti.
Seperti diketahui selama 12 hari perang kontra Iran, banyak barang berharga warga Israel yang hancur.
Data yang dilaporkan surat kabar Israel Yedioth Ahronoth, mengutip dari Anadolu mencatat sebanyak 38.700 klaim telah diajukan ke Badan Pajak Israel melalui Dana Ganti Rugi sejak 13 Juni 2025.
Di antara klaim tersebut terdapat 30.809 permintaan ganti rugi bangunan, 3.713 permintaan ganti rugi kendaraan,
Serta 4.085 klaim permintaan ganti rugi peralatan dan barang lainnya, buntut serangan balasan Iran mulai mengguncang wilayah permukiman di Israel.
Sementara itu, situs web Israel Behadrei Haredim melaporkan bahwa lebih dari 24.932 klaim diajukan di Tel Aviv di Israel tengah saja, diikuti oleh kota selatan Ashkelon dengan 10.793 klaim.
Otoritas setempat memperkirakan masih banyak warga yang belum mengajukan klaim karena kendala akses dan verifikasi data lapangan yang masih berlangsung.
“Ada perkiraan bahwa ribuan bangunan lainnya mengalami kerusakan, tetapi belum ada klaim kompensasi yang diajukan untuk mereka,” sebut surat kabar Israel Yedioth Ahronoth.
Belum ada pengumuman resmi dari pihak pemerintah maupun PM Netanyahu terkait total anggaran yang disiapkan untuk membayar kompensasi tersebut.
Sementara itu, kantor perdana menteri belum memberikan pernyataan resmi soal kapan bantuan akan dicairkan, ataupun langkah pemerintah dalam mengatasi beban administratif dari puluhan ribu klaim yang terus masuk.
Dalam beberapa pernyataan publik terakhirnya, Netanyahu justru menekankan bahwa Israel telah mencapai kemenangan strategis atas Iran.
Pada konferensi pers, Selasa (24/6/2025), ia menyatakan bahwa dua ancaman eksistensial negara telah dinetralisir: program nuklir dan rudal balistik Iran.
“Israel telah meraih kemenangan historis. Kami menghapus ancaman nuklir Iran dan memperlemah kemampuan militernya,” ujar Netanyahu.
“Ini bukan hanya kemenangan militer, tapi juga untuk keamanan generasi mendatang,” imbuhnya.
Pernyataan itu disampaikan hanya beberapa jam setelah diumumkannya gencatan senjata yang dimediasi langsung oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump.
Ketidakhadiran tanggapan langsung dari Netanyahu telah menuai sorotan dari sejumlah politisi oposisi dan warga terdampak.
Beberapa kelompok masyarakat sipil menyebut pemerintah terkesan lebih fokus pada kemenangan diplomatik ketimbang nasib rakyat yang kehilangan tempat tinggal.
Perang udara selama 12 hari antara Israel dan Iran tidak hanya memakan korban jiwa dan kerusakan infrastruktur, tetapi juga membebani keuangan negara secara drastis.
Laporan dari Financial Express mengungkapkan bahwa Israel menghabiskan sekitar 5 miliar dolar AS atau sekitar Rp 81 triliun hanya dalam minggu pertama serangan ke Iran.
Tak hanya itu setiap malam, Israel menghabiskan sedikitnya 285 juta dolar AS hanya untuk sistem pertahanan rudal seperti Iron Dome, David’s Sling, dan Arrow demi menghadapi gelombang rudal balistik dari Iran
Buntut lonjakan biaya perang Israel dengan Iran yang berkecambuk, Anggaran militer Israel dilaporkan membengkak drastis.
Sebelum perang pecah, anggaran militer Israel berada di kisaran 60 miliar shekel sekitar 16 miliar dolar AS.
Namun sejak konflik melawan Iran dimulai, angka ini melonjak menjadi sekitar 118 miliar shekel atau mencapai 31 miliar dolar AS.
Artinya, anggaran pertahanan nyaris dua kali lipat hanya dalam waktu kurang dari satu tahun.
Di luar biaya langsung untuk persenjataan dan operasi, upaya perang juga mempengaruhi kehidupan sehari-hari.
Otoritas Pajak Israel bahkan harus membayar 2,4 miliar shekel (Rp 11 triliun) untuk menutupi kerusakan properti sipil antara Januari dan Mei 2025, dengan total penarikan dana mencapai 3 miliar shekel (Rp 13,8 triliun).
Imbasnya defisit anggaran membesar menjadi sekitar 4,9 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB)