ORINEWS.id – Ketua Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI), Rizki Alif Maulana, yang juga aktivis muda Aceh di Jakarta, menyuarakan pentingnya perhatian serius terhadap empat pulau di kawasan perbatasan Aceh Singkil yang hingga kini status administratifnya masih menjadi perbincangan. Keempat pulau tersebut, yaitu Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek, diyakini menyimpan potensi besar baik dari sisi pariwisata, energi, maupun sejarah kebudayaan Aceh.
Dalam pandangannya, Rizki menekankan bahwa pembahasan empat pulau itu tidak boleh hanya dilihat dari aspek batas wilayah semata, melainkan juga harus menyoroti nilai strategis yang terkandung di dalamnya. Menurutnya, kawasan tersebut menyimpan peluang besar yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat Aceh Singkil dan memperkuat identitas Aceh sebagai wilayah yang kaya secara historis maupun sumber daya alam.
“Empat pulau ini bukan sekadar gugusan daratan terpencil di ujung barat Indonesia. Di dalamnya ada kekayaan sejarah, potensi wisata kelas dunia, dan indikasi sumber daya alam seperti migas yang selama ini belum disentuh secara optimal,” kata Rizki dalam siaran pers kepada awak media, Jumat (13/06/2025).
Mengacu pada berbagai literatur sejarah dan dokumen kolonial, Rizki menjelaskan bahwa wilayah empat pulau tersebut secara historis adalah bagian dari teritori Aceh. Salah satu referensi utama adalah peta yang disusun oleh naturalis Jerman, Hermann von Rosenberg, pada tahun 1853, yang secara eksplisit menunjukkan wilayah kepulauan tersebut berada dalam kendali Aceh kala itu.
📎 Baca juga: Respon Keputusan ‘Dungu’ soal 4 Pulau, Sentral Informasi Referendum Aceh Keluarkan Sikap Tegas
Dalam konteks kolonial Hindia Belanda, pulau-pulau ini dikenal sebagai bagian dari pesisir barat Kesultanan Aceh—sebuah kawasan strategis dalam jalur perdagangan laut di Samudra Hindia. Tak hanya dari sisi historis, kepemilikan administratif atas empat pulau tersebut juga pernah ditegaskan dalam kesepakatan resmi antara Gubernur Aceh dan Gubernur Sumatera Utara pada tahun 1992, yang menyatakan bahwa Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek termasuk dalam wilayah administratif Kabupaten Aceh Singkil, Provinsi Aceh.
“Sejarah tidak bisa dipisahkan dari identitas. Jika kita mengabaikan jejak sejarah empat pulau ini, kita sedang memutus mata rantai kultural masyarakat pesisir Aceh Singkil. Bahkan dari sisi administrasi, kesepakatan antar gubernur tahun 1992 sudah menegaskan posisi pulau-pulau ini sebagai bagian dari Aceh,” jelas Rizki.
Selain nilai historis, Rizki juga menyoroti potensi ekonomi yang luar biasa dari empat pulau tersebut. Keindahan pantai, terumbu karang, keanekaragaman hayati laut, dan ekosistem pesisir yang masih alami menjadi daya tarik besar untuk dikembangkan sebagai destinasi wisata bahari unggulan. Dengan penataan yang tepat dan pendekatan berkelanjutan, ia meyakini kawasan itu dapat menjadi primadona baru di jalur barat Indonesia.
Namun, tak berhenti di sektor pariwisata, Rizki mengungkap bahwa kawasan perairan sekitar empat pulau tersebut juga diyakini mengandung potensi minyak dan gas bumi (migas) berdasarkan data eksplorasi awal dari lembaga-lembaga survei geologi nasional. Meskipun belum dieksplorasi secara penuh, beberapa indikasi geologis menunjukkan adanya cadangan migas yang layak untuk dikaji lebih lanjut.
“Jika dikelola dengan benar dan berpihak kepada kepentingan masyarakat lokal, potensi migas di wilayah ini bisa menjadi sumber daya strategis baru bagi Aceh. Tapi tentu, eksplorasi harus dilakukan dengan prinsip kehati-hatian, transparansi, dan keberlanjutan lingkungan,” jelasnya.
Rizki menegaskan bahwa HMI sebagai organisasi kaderisasi intelektual memiliki tanggung jawab moral untuk mendorong kajian akademis dan advokasi berbasis data terkait wilayah-wilayah strategis seperti ini. Ia mendorong mahasiswa Aceh, khususnya di Aceh Singkil, untuk tetap menjadi bagian dalam dinamika pembangunan wilayah perbatasan dan juga aktif menjadi bagian dari solusi.
📎 Baca juga: Harga Mati! Muzakir Manaf Tegaskan 4 Pulau yang Dialihkan Mendagri Milik Aceh
“Pulau-pulau ini harus dikembalikan ke dalam kesadaran kolektif masyarakat Aceh. Baik dari sisi sejarah, ekonomi, maupun geopolitik. Pemuda dan mahasiswa adalah aktor penting dalam mendorong kebijakan pembangunan yang berpihak kepada daerah,” pungkas Rizki.
Empat pulau yang saat ini cenderung luput dari perhatian publik nasional sesungguhnya memuat simpul-simpul penting dari sejarah dan masa depan Aceh. Dengan kekayaan alam, potensi energi, dan posisi strategis yang dimilikinya, kawasan ini layak menjadi fokus pengembangan terpadu antara pelestarian budaya, wisata berkelanjutan, dan pengelolaan sumber daya alam.
Untuk itu, Rizki berharap pada Pemerintah Aceh, khususnya Gubernur Aceh, dapat bersikap tegas dan tidak membuka ruang kompromi apalagi negosiasi untuk pengelolaan bersama wilayah ini. Dengan dorongan dan perhatian dari elemen-elemen muda seperti HMI, harapannya empat pulau di Aceh Singkil tidak hanya menjadi catatan kaki dalam buku sejarah, tetapi menjadi bagian nyata dari masa depan gemilang Bangsa Aceh.[]