ORINEWS.id – Hamas mengecam negara-negara Arab dan Islam yang ‘diam’ atas krisis kelaparan. Mereka menegaskan ini saatnya untuk “mendobrak pembatasan” dan mengizinkan lebih banyak bantuan masuk ke Gaza di tengah meluasnya kelaparan dan kekurangan gizi.
Dalam sebuah pernyataan, Hamas mengatakan mereka terkejut dengan “keheningan” negara-negara Arab dan Islam sehubungan dengan “genosida sistematis dan kelaparan kriminal” di wilayah terkepung tersebut.
“Kami menegaskan bahwa tanggapan dan sikap resmi tidak sebanding dengan bencana yang dihadapi dua seperempat juta orang. Keheningan yang memekakkan telinga dari para penguasa negara kami mendorong penjahat perang Netanyahu untuk menerapkan kebijakan kelaparan dan genosida,” kata kelompok Palestina tersebut.
“Rakyat kami kelaparan sementara ribuan truk bantuan menumpuk di sisi penyeberangan Rafah di Mesir. Kami menyerukan negara-negara Arab dan Islam untuk memutuskan semua hubungan dengan entitas pendudukan fasis dan mengusir duta besar Zionis,” desak Hamas, menuntut diakhirinya segala bentuk normalisasi dengan Israel.
Kantor berita WAFA melaporkan, Dewan Liga Negara-negara Arab pada tingkat perwakilan tetap pada Selasa menyerukan komunitas internasional untuk segera mengambil tindakan guna menghentikan agresi Israel terhadap Jalur Gaza, mengakui bencana dan kelaparan yang sedang terjadi, dan mematahkan blokade yang diberlakukan di wilayah kantong tersebut.
Perempuan Palestina berteriak saat berdesakan untuk mendapatkan bantuan makanan di titik distribusi makanan di Kota Gaza, Ahad (20/7/2025) waktu setempat. – (Majdi Fathi/NurPhoto via Reuters)
Dalam pernyataan yang dikeluarkan setelah pertemuan darurat yang diadakan atas permintaan Negara Palestina, Dewan menekankan perlunya memastikan pengiriman bantuan kemanusiaan yang mendesak dan tanpa hambatan ke Gaza. Dewan juga meminta dua negara Arab anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB—Aljazair dan Somalia—untuk melanjutkan upaya yang bertujuan mengadakan sidang darurat Dewan Keamanan untuk mengadopsi resolusi mengikat yang mengharuskan Israel mencabut blokade dan mengizinkan masuknya bantuan kemanusiaan.
Dewan selanjutnya menyatakan penolakan tegas terhadap apa yang disebut sebagai “Yayasan Kemanusiaan Gaza” dan mekanisme serupa lainnya, dan menganggap mereka tidak memiliki legitimasi hukum dan etika. Dinyatakan bahwa mekanisme tersebut berfungsi sebagai kedok kemanusiaan untuk melaksanakan kebijakan agresif yang mengubah bantuan menjadi instrumen penindasan, kelaparan dan jebakan maut. Dewan meminta pihak-pihak yang mensponsori bertanggung jawab penuh berdasarkan hukum internasional atas kejahatan yang dilakukan melalui mekanisme ini.
Liga Arab menyambut baik pernyataan bersama yang dikeluarkan oleh 28 negara, yang mencakup tuntutan jelas untuk mengakhiri agresi, menghentikan kebijakan pemusnahan, dan segera mengakhiri kebijakan kelaparan yang diberlakukan di Gaza. Dewan menyambut baik pernyataan bersama yang dikeluarkan pada 21 Juli 2025 oleh 28 negara, termasuk 21 negara anggota Uni Eropa, serta Inggris, Kanada, Australia, Swiss, Jepang, Norwegia, dan Selandia Baru, mengenai situasi di wilayah pendudukan Palestina.
Pernyataan tersebut mencakup seruan yang jelas untuk mengakhiri agresi Israel di Jalur Gaza, untuk segera menghentikan kebijakan genosida, untuk mengakhiri kebijakan kelaparan sistematis, untuk memastikan akuntabilitas atas kejahatan yang dilakukan terhadap rakyat Palestina, dan untuk menjatuhkan sanksi terhadap pendudukan Israel, para pemimpinnya, dan milisi pemukim teroris.
Dewan Liga Arab juga menyerukan komunitas internasional untuk mengambil tindakan segera berdasarkan hukum kemanusiaan internasional untuk menghentikan agresi, mengakui bencana dan kelaparan yang sedang terjadi di Jalur Gaza, mematahkan blokade yang diberlakukan di wilayah kantong tersebut, memastikan pengiriman bantuan kemanusiaan, bantuan, dan medis, dan mengaktifkan mekanisme akuntabilitas dan keadilan internasional atas kejahatan Israel.
Dewan mengutuk tindakan hukuman ekonomi dan keuangan yang terus menerus dilakukan oleh Israel, kekuatan pendudukan, terhadap Negara Palestina, termasuk pemotongan pendapatan pajak Palestina yang jelas-jelas merupakan upaya untuk melemahkan fungsi pemerintah Palestina dan melumpuhkan kemampuannya untuk memenuhi kewajibannya kepada rakyat Palestina.
Pernyataan tersebut menyerukan tekanan internasional segera untuk mencairkan dana pajak yang ditahan dan menyediakan jaring pengaman keuangan yang mendesak dan transparan, sesuai dengan mekanisme yang disepakati, untuk memungkinkan Negara Palestina melaksanakan tanggung jawab vitalnya terhadap rakyatnya. Dewan lebih lanjut menekankan kebutuhan mendesak untuk segera mengakui Negara Palestina sebagai langkah hukum dan moral yang berkontribusi dalam melindungi hak-hak rakyat Palestina.
Uni Eropa menyatakan tengah menimbang semua pilihan yang tersedia jika Israel tidak memenuhi janjinya untuk memfasilitasi bantuan kemanusiaan di Gaza. Ini ancaman terkeras blok negara-negara tersebut untuk Israel. “Pembunuhan warga sipil yang mencari bantuan di Gaza tidak dapat dibela,” tulis kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Kaja Kallas dalam sebuah postingan di X. Ia menambahkan bahwa ia berbicara dengan Menteri Luar Negeri Israel Gideon Saar “untuk mengingat kembali pemahaman kita mengenai aliran bantuan dan menjelaskan bahwa IDF harus berhenti membunuh orang di titik distribusi.”
Awal bulan ini, Kallas mengatakan Israel telah setuju untuk memperluas akses kemanusiaan ke Gaza, termasuk meningkatkan jumlah truk bantuan, titik penyeberangan dan rute menuju pusat distribusi. “Semua opsi akan dipertimbangkan jika Israel tidak memenuhi janjinya,” kata Kallas.
Posisi Israel kian terpojok dalam kancah percaturan internasional. Puluhan negara yang sebagian merupakan sekutu lama Israel belakangan melayangkan kecaman keras terhadap negara Zionis tersebut.
Para menteri luar negeri dari 25 negara, termasuk Inggris, Prancis, Italia dan Jepang, serta Komisioner Uni Eropa untuk Kesetaraan, Kesiapsiagaan dan Manajemen Krisis, menandatangani sebuah pernyataan bersama yang menyerukan agar perang di Gaza segera diakhiri. Mereka juga mengecam rencana Israel melakukan pembersihan etnis di Gaza.
Dalam sebuah pernyataan, para penandatangan mengatakan bahwa “penderitaan warga sipil di Gaza telah mencapai titik terendah”, dengan sistem pengiriman bantuan di daerah kantong tersebut ‘berbahaya’ dan merampas “martabat kemanusiaan warga Gaza”.
“Kami mengutuk pemberian bantuan setetes demi setetes dan pembunuhan yang tidak manusiawi terhadap warga sipil, termasuk anak-anak, yang berusaha untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka akan air dan makanan,” demikian bunyi pernyataan tersebut.
“Penolakan Pemerintah Israel terhadap bantuan kemanusiaan yang sangat penting bagi penduduk sipil tidak dapat diterima,” kata pernyataan tersebut, seraya menyerukan kepada pemerintah untuk mencabut pembatasan terhadap truk-truk bantuan.
Selain itu, para menteri luar negeri mengatakan bahwa mereka “sangat menentang” setiap rencana perubahan demografis di wilayah Palestina yang diduduki.
“Rencana pemukiman E1 yang diumumkan oleh Administrasi Sipil Israel, jika dilaksanakan, akan membagi negara Palestina menjadi dua, menandai pelanggaran mencolok terhadap hukum internasional dan secara kritis merusak solusi dua negara. Sementara itu, pembangunan pemukiman di Tepi Barat termasuk Yerusalem Timur semakin pesat, sementara kekerasan pemukim terhadap warga Palestina semakin meningkat. Ini harus dihentikan.”
“Kami mendesak para pihak dan komunitas internasional untuk bersatu dalam upaya bersama untuk mengakhiri konflik yang mengerikan ini, melalui gencatan senjata yang segera, tanpa syarat dan permanen. Pertumpahan darah lebih lanjut tidak ada gunanya,” tambahnya.
Pernyataan tersebut ditandatangani oleh menteri Luar Negeri Australia, Austria, Belgia, Kanada, Denmark, Estonia, Finlandia, Prancis, Islandia, Irlandia, Italia, Jepang, Latvia, Lituania, Luksemburg, Belanda, Selandia Baru, Norwegia, Polandia, Portugal, Slovenia, Spanyol, Swedia, Swiss, dan Inggris. Selain itu juga Komisioner Uni Eropa untuk Kesetaraan, Kesiapsiagaan, dan Manajemen Krisis. []