TERBARU

Politik

SIAGA 98 Minta BIN dan Menko Polkam Turun Tangan Atasi Kegaduhan Ijazah Jokowi

ORINEWS.id – Koordinator Siaga 98 (Simpul Aktivis Angkatan 98) Hasanuddin mengharapkan agar BIN (Badan Intelijen Negara) hingga Kementerian Koordinator bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam) untuk ikut turun tangan dalam menyikapi dan menyelesaikan polemik soal ijazah Joko Widodo (Jokowi).

“Kami berharap penegak hukum lain untuk segera turun tangan melakukan penyelidikan dan monitoring proses ini, termasuk Badan Intelijen Negara (BIN) dan Menteri Koordinator Politik dan Keamanan,” kata Hasanuddin dalam keterangan persnya yang diterima Holopis.com, Minggu (20/7/2025).

Ia menilai bahwa ada indikasi perilaku kriminal yang terjadi di balik kegaduhan ijazah Jokowi yang dituding oleh Roy Suryo dan kawan-kawannya itu sebagai Ijazah Palsu.

“Keterlibatan ini bertujuan menemukan apakah ada skandal lain di luar kasus kriminal biasa tersebut, dan mencegah dan menindak jika terjadi tindak pidana lain dalam proses polemik ini berjalan,” ujarnya.

Ketegasan pemerintah melalui instrumen hukum dna intelijen ini penting dalam rangka menyudahi kehaduhan yang tidak perlu, serta mengembalikan marwah lembaga penegak hukum hingga pendidikan di Indonesia yang terusik sepanjang isu ijazah palsu Jokowi tersebut berlangsung.

Tidak hanya itu, bahkan lembaga politik hingga lembaga penyelenggara pemilu seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU) pun ikut tercoreng karena isu tersebut.

Baca Juga
Prabowo dan Megawati Bicara via Zoom, Hasto Tak Jadi Ditahan

“Bertujuan untuk memulihkan kepercayaan publik pada institusi penegak hukum, pendidikan, penyelenggara pemilu dan lembaga politik,” sambung Hasanuddin.

Hal ini disampaikan Hasanuddin pasca mendapati pernyataan mantan Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof. DR. Sofian Effendi yang sebelumnya beredar di media sosial, di mana ia menyatakan bahwa Joko Widodo disebut tidak lulus penilaian sarjana, karena Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) tidak mencapai angka 2 sehingga tidak memenuhi syarat melanjutkan Strata 1 (S1).

📎 Baca juga: Viral Eks Marinir TNI AL yang Ikut Perang di Rusia Kini Minta Pulang: Mohon Bantu Pak Prabowo

Namun, pernyataan tersebut resmi ditarik melalui surat pernyataan bermaterai yang beredar luas pada Kamis, 17 Juli 2025. Dalam pernyataan pribadi yang ia bacakan dan tanda tangani sendiri, Prof. Sofian menyampaikan klarifikasi dan permintaan maaf kepada semua pihak yang terdampak.

“Saya menarik semua pernyataan saya di dalam video tersebut dan memohon agar wawancara dalam Kanal YouTube tersebut ditarik dari peredaran,” ucap Prof Sofian.

Situasi tersebut menurut Hasanuddin menjadi peristiwa yang luar biasa, bagaimana seorang Prof Sofian sampai menarik pernyataan yang jelas 360 derajat dari statemen-statemen sebelumnya soal keyakinannya tentang ijazah dan keabsahan kelulusan Jokowi dari Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada. Selain karena ia merupakan Rektor UGM periode 2002-2007, Prof Sofian terbilang bukan orang sembarangan jika dilihat dari latar belakang karir dan pendidikannya. Hingga akhirnya muncul spekulasi dugaan adanya tekanan dari pihak tertentu.

Baca Juga
Prof Paiman Minta Roy Suryo Tobat Sebelum kena Azab

“Terhadap peristiwa ini, kami berpendapat bahwa persoalan kejelasan Ijazah Presiden RI ke-7 Joko Widodo bukanlah semata aspek hukum atau kasus kriminal, melainkan sudah menjadi skandal yang melibatkan banyak pihak; institusi negara, pendidikan, penyelenggara pemilu dan tokoh nasional, yang menyangkut reputasi, integritas, etika dan kepercayaan publik, dengan melibatkan juga dugaan adanya motif politik dan sensasi media yang sangat kuat,” papar Hasanuddin.

Bagi dirinya, skandal ini bisa saja dilakukan Joko Widodo atau sebaliknya, yakni oleh pihak lain yang mempersoalkan seperti Roy Suryo dan konco-koconya itu. Disebut skandal karena dinamika dan faktanya yang berubah-ubah, namun kegaduhannya konsisten dengan melibatkan persepsi publik dan banyak tokoh penting.

Skandal ini tidak semata peristiwa kriminal biasa, namun bisa jadi ada tindak pidana korupsi, penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang, upaya menimbulkan keresahan publik serta mendelegitimasi citra wajah penegakan hukum pemerintahan yang saat ini sedang berjalan.

“Ini lebih banyak menimbulkan kontroversi daripada hasil hukum yang jelas dan berpotensi mendelegitimasi institusi penegak hukum dan pendidikan,” pungkasnya. []

Artikel Terkait

Load More Posts Loading...No more posts.
Enable Notifications OK No thanks