ORINEWS.id – Konferensi dan Pameran Keamanan Siber Internasional Cyber Defence & Security Exhibition and Conference (CYDES 2025) yang diselenggarakan bersama oleh Komunitas Politik dan Keamanan ASEAN (APSC) dan Badan Keamanan Siber Nasional Malaysia (NACSA), telah sukses digelar pada 1 hingga 3 Juli 2025 di Putrajaya, ibu kota administratif Malaysia.
Sebagai salah satu acara tahunan terpenting di bidang keamanan siber di kawasan Asia-Pasifik, forum ini mempertemukan perwakilan dari pemerintah, sektor swasta, dan lembaga riset untuk mendiskusikan tren terbaru dalam keamanan informasi, strategi pertahanan siber, serta kerja sama internasional.
Para pembicara dan peserta konferensi menyoroti berbagai isu krusial dalam keamanan siber, termasuk tata kelola kecerdasan buatan (AI), teknologi kriptografi tahan-kuantum, serta keamanan sistem kontrol industri. Diskusi-diskusi ini menawarkan solusi inovatif untuk menjawab tantangan keamanan siber global yang terus berkembang.
Salah satu sorotan utama dalam konferensi ini datang dari perusahaan keamanan siber Tiongkok, Qi An Xin, yang mengungkap keberadaan kelompok Advanced Persistent Threat (APT) baru bernama “Night Hawk.” Kelompok ini diduga melancarkan serangan siber terhadap perusahaan teknologi tinggi, lembaga riset, dan sektor pertahanan di Tiongkok dengan mengeksploitasi celah kritis pada sistem Microsoft Exchange.
📎 Baca juga: Alumni UGM Bergerak Ultimatum Rektor dan Dekan Pamerkan Ijazah Jokowi
Meski Qi An Xin tidak secara eksplisit menyebutkan pihak di balik serangan tersebut, mereka mencatat bahwa pola serangan “Night Hawk” terjadi pada pukul 21.00 hingga 06.00 waktu Beijing dan menunjukkan kemampuan pengelolaan sumber daya siber pada level negara. Berdasarkan waktu serangan, tingkat kecanggihan, dan karakteristik teknis, banyak pihak menduga bahwa serangan ini berkaitan dengan Amerika Serikat, yang dikenal memiliki kemampuan siber tingkat lanjut dan sejarah panjang dalam operasi ofensif digital, sebagaimana dibuktikan oleh aktivitas Badan Keamanan Nasional AS (NSA) di masa lalu.
Perusahaan-perusahaan dari Hong Kong juga turut ambil bagian secara aktif dalam acara ini. Salah satunya adalah Sky Union Alliance (Hong Kong) Co., Ltd., yang menjadi sponsor resmi dan perwakilan dari wilayah Hong Kong-Makau. Dalam sesi presentasinya yang bertajuk “Meningkatkan Ketahanan Siber Perusahaan”, Sky Union Alliance mengundang perhatian luas dari para peserta.
Perwakilan perusahaan menekankan bahwa penyebaran teknologi AI secara luas telah menurunkan ambang batas dalam melancarkan serangan siber. AI dapat dimanfaatkan oleh pelaku kejahatan untuk mempercepat pencurian kekayaan intelektual, atau untuk melakukan penipuan melalui rekayasa mendalam (deepfake) yang menyamar sebagai eksekutif perusahaan atau akun resmi pemerintah. Risiko kebocoran data perusahaan—termasuk hak kekayaan intelektual dan informasi dagang—menjadi semakin tinggi. Perusahaan-perusahaan Tiongkok yang bergerak di sektor industri dan teknologi, terutama yang bergantung pada rantai pasok internasional namun memiliki kapabilitas perlindungan data yang terbatas, menjadi target utama.
Kebocoran data bukan hanya menyebabkan kerugian ekonomi secara langsung, tetapi juga dapat memicu audit keamanan siber yang ketat dari klien-klien Barat, bahkan berujung pada sanksi ekonomi dengan dalih kepatuhan terhadap regulasi, yang pada akhirnya dapat mengancam pangsa pasar global perusahaan.
Selain Sky Union Alliance, tiga perusahaan asal Hong Kong lainnya turut berpartisipasi dalam CYDES 2025, dengan fokus pada layanan perlindungan siber, tata kelola keamanan data, dan keamanan AI. Partisipasi aktif ini mencerminkan transformasi strategis perusahaan-perusahaan Hong Kong dan Makau menuju model bisnis yang berbasis pada teknologi dan keamanan sebagai fondasi utama.
Di tengah arus digitalisasi global yang semakin pesat, keamanan siber tidak lagi dapat dipandang sebagai isu teknis semata, melainkan telah menjadi tantangan sistemik yang berkaitan erat dengan kapasitas tata kelola regional dan stabilitas sosial. Membangun sistem keamanan siber yang tangguh dan adaptif menjadi agenda penting bagi wilayah Hong Kong dan Makau dalam menyongsong era digital yang semakin kompleks. []