TERBARU

Hukum

Modus Pemufakatan Jahat Kasus Korupsi di Kemdikbud, Akademisi: Bisa Disasar ke Pasal 2-20 UU Tipikor

ORINEWS.id – Menilik modus pemufakatan jahat dalam temuan Kejaksaan Agung RI (Kejagung) terkait dugaan kasus korupsi pengadaan laptop Chromebook di lingkungan Kemendikbudristek.

Sebagai informasi, pengadaan laptop Chromebook tersebut berlangsung pada periode 2019-2023 dengan anggaran mencapai Rp9,982 triliun.

Kasus ini menyeret nama eks Mendikbudristek RI Nadiem Makarim.

Bahkan, Nadiem telah dicekal oleh Kejagung RI untuk dilarang bepergian ke luar negeri hingga enam bulan ke depan.

Selain itu, terbuka pula peluang kediaman Nadiem akan digeledah Kejagung RI terkait kasus mega korupsi ini.

Pada Senin (23/6/2025) lalu, Nadiem diperiksa Kejagung sebagai saksi kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook di Kemendikbud Ristek periode 2019-2022.

Bisa Disasar dengan Pasal 2 hingga 20 UU Tipikor

Dekan Fakultas Hukum (FH) Universitas Sebelas Maret (UNS), Muhammad Rustamhaji, pun menyoroti modus pemufakatan jahat dalam kasus ini.

Menurut Rustamhaji, pemufakatan jahat tersebut, nantinya bisa mengarah ke perbuatan melawan hukum pidana.

Hal ini dia sampaikan saat menjadi narasumber dalam program Kacamata Hukum: Nadiem Makarim di Pusaran Kasus Korupsi Pengadaan Laptop yang diunggah di kanal YouTube Tribunnews.com, Senin (30/6/2025).

“Tentu kalau ada dugaan permufakatan jahat gitu larinya adalah pada wederrechtelijk gitu, atau perbuatan melawan hukum pidana,” kata Rustamhaji.

Selanjutnya, Rustamhaji menyebut, nantinya perbuatan melawan hukum yang bersumber dari pemufakatan jahat dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook ini bisa dikenai pasal 2-20 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).

Pasal yang dikenakan tentunya harus disesuaikan dengan tindakan yang diproses.

📎 Baca juga: KPK Geledah Rumah Anak Buah Bobby Nasution Temukan Uang Tunai Rp2,8 Miliar dan Senjata Api

“Jadi, pemufakatan jahat itu siapa yang melakukan, kemudian menguntungkan bagi pihak yang mana. Kemudian, keuntungan tersebut memang diduga dengan pelanggaran suatu kewenangan, misalnya.”

“Maka, kemudian pasal-pasal di antara pasal 2 sampai pasal 20 Undang-Undang Tipikor itu bisa dikenakan, tinggal apa yang kemudian mau disasar,” jelasnya.

“Itu yang kemudian kita sebut dengan atau perbuatan melawan hukum pidana (wederrechtelijk), yang nanti akan menunjukkan permufakatan jahat. Mufakat jahat itu kemudian diwujudkan dalam bentuk actus reus atau wederrechtelijk atau perbuatan melawan hukum pidana,” pungkas Rustamhaji.

Modus Pemufakatan Jahat Diungkap oleh Kejagung RI

Kejaksaan Agung menyebut, pegawai Kemendikbudristek periode 2019-2023 sengaja membuat kajian agar pemerintah menggelontorkan dana senilai Rp 9,9 triliun untuk pengadaan laptop berbasis Chromebook.

“Dalam perkara ini diduga ada persekongkolan atau permufakatan jahat dari berbagai pihak dengan cara mengarahkan kepada tim teknis agar membuat kajian teknis terkait pengadaan peralatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK),” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar, saat ditemui di Gedung Penkum Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (26/5/2025).

Harli mengatakan, kajian ini mengarahkan Kemendikbudristek untuk melakukan pengadaan perangkat elektronik berupa laptop berbasis Chromebook.

Kajian ini dinilai sebagai pemufakatan jahat karena pada 2019, Indonesia belum membutuhkan laptop berbasis Chromebook.

“Ini terkait dengan teknologi pendidikan supaya diarahkan pada penggunaan laptop yang berbasis pada operating system Chromebook. Padahal, itu dilakukan bukan menjadi kebutuhan pada saat itu,” ujar Harli.

Saat itu, laptop Chromebook dinilai belum dibutuhkan di Indonesia karena infrastruktur internet yang belum memadai.

Laptop Chromebook memerlukan layanan internet agar bisa dioperasikan.

Lebih lanjut, pada 2019, Kemendikbudristek sudah menghasilkan sebuah kajian yang menunjukkan bahwa laptop Chromebook tidak efektif digunakan di Indonesia.

“Kenapa tidak efektif? Karena kita tahu bahwa dia berbasis internet. Sementara, di Indonesia, internetnya itu belum semua sama,” imbuh Harli.

Namun, pengadaan tetap dilakukan dengan total nilai anggaran mencapai Rp 9,9 triliun.

“Jadi, hampir Rp 10 triliun yang terdiri dari Rp 3,582 triliun itu terkait dengan dana di satuan pendidikan dan sekitar Rp 6,399 triliun itu melalui dana alokasi khusus (DAK),” kata Harli.

Untuk saat ini, Kejaksaan Agung belum mengumumkan satu pun tersangka.

Namun, penyidik telah melakukan penggeledahan dan menyita sejumlah barang bukti dari dua apartemen yang disebutkan milik seorang pejabat aktif di lingkungan kementerian pendidikan dan kebudayaan. []

Artikel Terkait

Load More Posts Loading...No more posts.
Enable Notifications OK No thanks