ORINEWS.id – Publik sedang menyoroti kasus korupsi pembangunan jalan di Sumatra Utara (Sumut) senilai Rp 231 miliar.
Sebab, proyek tersebut sarat korupsi. Ini dibuktikan dari operasi tangkap tangan (OTT) KPK pekan lalu.
Dari OTT KPK ini ada lima orang tertangkap dan kini berstatus tersangka.
Salah satunya adalah Kepala Dinas PUPR Sumut, Topan Obaja Putra Ginting.
Tertangkapnya Topan ini bisa menjadi pintu masuk buat KPK untuk mencermati peran Bobby Nasution, Gubernur Sumut.
Melihat kasus yang cukup terang benderang ini, Ketua Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) , Boyamin Saiman, pun mendesak KPK segera memanggil Bobby Nasution.
Bahkan, saking gemasnya, Boyamin memberi ultimatum pada KPK jika tak memeriksa Bobby Nasution.
Boyamin Boyamin mengancam akan menggugat KPK ke pengadilan, jika KPK takut memeriksa menantu Joko Widodo alias Jokowi itu.
Menurutnya, pemeriksaan terhadap Bobby tidak hanya penting secara hukum, tapi juga secara moral dan simbolik untuk memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap KPK.
“Memanggil Bobby Nasution dan mengembangkan kasus ini. Kalau tidak segera dipanggil dalam waktu dua minggu, saya gugat praperadilan,” ucapnya dikutip dari Tribunnews.com.
KPK sebelumnya melakukan OTT terkait proyek pembangunan jalan yang melibatkan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Sumut serta Satuan Kerja Pembangunan Jalan Nasional (PJN) Wilayah I Sumut.
Hasilnya, lima orang ditetapkan sebagai tersangka:
– Rasuli Efendi Siregar (RES): Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Sumut dan PPK
– Heliyanto (HEL): PPK Satker PJN Wilayah I Provinsi Sumut
– M. Akhirun Efendi Siregar (KIR): Direktur Utama PT Dalihan Natolu Grup (DNG)
– M. Rayhan Dulasmi Pilang (RAY): Direktur PT RN
– Topan Obaja Putra Ginting (TOP): Kepala Dinas PUPR Sumut
Yang menarik, Topan Obaja Putra Ginting baru saja dilantik sebagai Kadis PUPR Sumut oleh Bobby Nasution pada Februari 2025.
Sebelumnya Topan menjabat Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Medan saat Bobby menjabat Wali Kota.
Boyamin Saiman membeberkan empat alasan mengapa KPK wajib memeriksa Bobby, minimal sebagai saksi, dalam perkara yang sedang bergulir ini:
1. Demi Asas Keadilan Hukum
Boyamin menyebut bahwa dalam banyak kasus korupsi, jika kepala dinas sudah ditetapkan sebagai tersangka, maka KPK juga akan meminta keterangan dari kepala daerah tempat dinas itu berada.
Dalam kasus ini, Kepala Dinas PUPR Sumut adalah bawahan langsung dari Gubernur Bobby Nasution.
“Ini bukan berarti Bobby bersalah atau terlibat. Tapi sebagai atasan, wajib dimintai keterangan. Itu asas keadilan,” jelasnya.
Jika Bobby tidak dimintai keterangan, menurut Boyamin, hal itu menunjukkan adanya perlakuan tidak adil dan dapat memunculkan kesan tebang pilih dalam penegakan hukum.
2. Untuk Memulihkan Citra KPK yang Kian Tergerus
Dalam beberapa tahun terakhir, lembaga antikorupsi ini disebut mengalami penurunan kepercayaan publik. Jika Bobby —yang juga menantu Presiden Joko Widodo— tidak dipanggil, maka KPK dianggap tunduk terhadap kekuasaan.
“Survei menunjukkan citra KPK terus menurun. Kalau tidak panggil Bobby, KPK akan makin terpuruk,” ujarnya.
Boyamin menilai, pemeriksaan terhadap Bobby bisa menjadi momentum bagi KPK untuk menunjukan bahwa hukum tidak pandang bulu, sekaligus mengembalikan kepercayaan masyarakat.
3. Ada Kedekatan Pribadi Antara Bobby dan Tersangka
Topan Obaja Putra Ginting, salah satu tersangka, bukan orang baru di lingkungan Bobby Nasution.
Ia diketahui pernah menjabat sebagai Sekda Kota Medan saat Bobby menjabat Wali Kota.
Hubungan profesional yang berlanjut ke jabatan strategis di provinsi menjadi alasan kuat untuk memeriksa Bobby.
“Topan itu orang dekat Bobby. Dulu Sekda Medan, sekarang Kadis PUPR. Harus didalami lebih lanjut,” kata Boyamin.
Ia menekankan bahwa pemeriksaan terhadap Bobby bukan bentuk tuduhan, tetapi prosedur normal dalam rangka mengembangkan penyidikan dan memastikan tak ada konflik kepentingan yang terabaikan.
4. Untuk Menelusuri Jejak Dana dan Relasi Kekuasaan
Alasan terakhir adalah pengembangan kasus. Boyamin menegaskan pentingnya KPK menggali lebih dalam hubungan antara Topan dan Bobby, serta memastikan apakah ada aliran dana mencurigakan atau penyalahgunaan kekuasaan.
“Perlu ditelusuri apakah Topan selama ini bergerak sebagai ‘cowboy Bobby’. Ada indikasi relasi kekuasaan yang perlu digali,” tuturnya.
Menurutnya, pengembangan perkara ini tidak hanya menyangkut proyek yang sudah diungkap, tetapi juga proyek lain yang pernah dikerjakan oleh Topan, baik saat di Medan maupun kini di tingkat provinsi.
KPK menyebut total nilai proyek dalam dua klaster tersebut mencapai setidaknya Rp231,8 miliar. Rinciannya sebagai berikut:
Proyek di Dinas PUPR Provinsi Sumut
- Preservasi Jalan Sp. Kota Pinang–Gunung Tua–SP. Pal XI tahun 2023 (Rp56,5 miliar)
- Preservasi Jalan tahun 2024 (Rp17,5 miliar)
- Rehabilitasi jalan dan penanganan longsor tahun 2025
- Preservasi Jalan tahun 2025 (nilai belum disebutkan)
Proyek di Satker PJN Wilayah 1 Sumut
- Jalan Sipiongot–batas Labusel (Rp96 miliar)
- Jalan Hutaimbaru–Sipiongot (Rp61,8 miliar)
“Kami masih menelusuri proyek-proyek lainnya dan potensi kerugian negara,” ujar Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Sabtu (28/6/2025).