ORINEWS.id – Dua pejabat muda yang dikenal sebagai “The Golden Boys Medan” dan orang kepercayaan Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution, kini terjerat kasus hukum.
Mereka adalah Topan Obaja Putra Ginting dan Rasuli Efendi Siregar, yang kini telah resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus dugaan korupsi proyek jalan senilai Rp231,8 miliar di Sumatera Utara.
Penetapan status tersangka dilakukan pada Jumat (27/6/2025) setelah gelaran operasi tangkap tangan (OTT) di dua lokasi. Selain Topan dan Rasuli, ada tiga tersangka lainnya yang ditangkap, yakni:
Heliyanto, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Satker PJN Wilayah I Sumut.
M Akhirun Efendi Siregar, Direktur Utama PT Dalihan Natolu Group.
M Rayhan Dulasmi Pilang, Direktur PT RN sekaligus anak kandung Akhirun.
Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu menyatakan, dari kelima tersangka tersebut, Topan dan Rasuli merupakan pejabat aktif di lingkungan Pemprov Sumut, yang diduga menerima suap untuk memuluskan proyek strategis daerah.
“Kami menetapkan lima orang sebagai tersangka. Dua di antaranya dari Dinas PUPR Provinsi Sumut,” kata Asep di gedung KPK, Jakarta Selatan, Sabtu (28/6/2025).
Topan Ginting: Anak Emas yang Kariernya Meroket di Era Bobby
Topan Obaja Putra Ginting bukan nama baru di lingkar kekuasaan Bobby Nasution.
Pria kelahiran 7 April 1983 itu adalah pejabat muda yang kariernya melesat sejak Bobby menjabat Wali Kota Medan pada 2021.
Topan memulai karier sebagai Kasubbag Protokol Pemkot Medan, lalu menjabat Camat Medan Tuntungan pada 2019.
Di era Bobby, ia naik menjadi Kepala Dinas PU Medan, kemudian Plt Sekda Kota Medan, dan terakhir dilantik sebagai Kepala Dinas PUPR Provinsi Sumut pada 24 Februari 2025—jabatan yang disebut “basah” karena penuh proyek infrastruktur bernilai besar.
Kenaikan cepat Topan membuatnya dijuluki “anak emas Bobby” atau The Golden Boy of Medan.
Tak heran, ia langsung dipercaya mengelola anggaran jumbo di Dinas PUPR, termasuk proyek preservasi jalan senilai ratusan miliar rupiah.
Menurut Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) 2024, harta Topan mencapai Rp4,9 miliar, termasuk tanah dan bangunan di Medan, dua mobil (Innova dan Land Cruiser), harta bergerak lain senilai Rp86 juta, serta kas sebesar Rp2,2 miliar. Topan tercatat tidak memiliki utang.
Rasuli Efendi Siregar: Operator Lelang yang Diduga Kumpulkan Setoran
Rasuli Efendi Siregar lahir 27 Oktober 1983 dan menjabat sebagai Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Sumut.
Ia juga merangkap Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) untuk proyek jalan di Desa Sipiongot, Kabupaten Paluta—proyek senilai lebih dari Rp200 miliar yang kini sedang disidik KPK.
Dalam struktur kasus yang diungkap KPK, Rasuli disebut sebagai pihak yang mengatur proses lelang proyek, memenangkan PT Dalihan Natolu Group (DNG), serta membantu menyiapkan dokumen e-katalog secara tidak sah.
Lebih jauh, Rasuli diduga menjadi tangan kanan Topan yang mengumpulkan setoran uang suap dari kontraktor.
Salah satu bukti kuat adalah transfer uang dari M Akhirun Efendi Siregar ke rekening Rasuli. Dana tersebut patut diduga mengalir ke Topan, bos langsungnya, yang disebut KPK dalam siaran pers.
Rasuli merupakan ASN eselon III/d dengan gelar Sarjana Teknik dari UISU dan Magister Administrasi Publik. Ia memiliki sertifikat keahlian bidang konstruksi, termasuk Ahli Muda Manajemen Konstruksi dan Teknik Jalan.
Dari data LHKPN, kekayaan Rasuli bertambah dari Rp654 juta pada awal 2024 menjadi Rp774 juta pada awal 2025.
Namun, ia memiliki utang sebesar Rp770 juta, sehingga nilai bersih kekayaannya sangat kecil.
Apa Kata Bobby Nasution?
Terkait penangkapan dua orang dekatnya, Gubernur Sumut Bobby Nasution memilih bersikap terbuka dan menyerahkan proses hukum sepenuhnya kepada KPK.
Ia juga menyatakan kesiapannya bila dimintai keterangan.
“Ya kita lihat di hukum aja nanti (soal dugaan aliran dana ke gubernur),” kata Bobby saat diwawancara, Senin (30/6/2025).
“Namanya proses hukum, kita bersedia saja. Kalau katanya ada aliran uang, saya rasa kita wajib beri keterangan, baik bawahan atau atasan,” tambahnya.
Sikap ini muncul di tengah tekanan publik dan desakan dari MAKI (Masyarakat Anti Korupsi Indonesia) yang meminta KPK memeriksa Bobby minimal sebagai saksi, mengingat kedekatannya dengan Topan dan Rasuli.
Pasal-Pasal dan Potensi Hukuman
KPK menjerat:
Topan, Rasuli, dan Heliyanto dengan Pasal 12 huruf a/b, Pasal 11, atau Pasal 12B UU Tipikor.
Akhirun dan Rayhan dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a/b atau Pasal 13 UU Tipikor