ORINEWS.id – Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto telah menerbitkan surat telegram bernomor TR/422/2025 tertanggal 6 Mei 2025, yang memerintahkan pengerahan personel TNI beserta alat kelengkapan untuk mendukung pengamanan fisik di kantor-kantor Kejaksaan Tinggi (kejati) dan Kejaksaan Negeri (kejari) di seluruh Indonesia.
Kemudian, perintah Panglima TNI itu ditindaklanjuti oleh Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) dengan mengeluarkan surat telegram ke jajarannya.
KSAD memerintahkan pasukannya agar menyiapkan dan mengerahkan personel beserta alat kelengkapan dari satuan tempur dan satuan bantuan tempur, sebanyak 30 personel untuk pengamanan di kejati dan 10 personel di kejari.
Kejagung berkata, perintah Panglima TNI itu merupakan wujud dari nota kesepahaman (memorandum of understanding) bernomor NK/6/IV/2023/TNI tanggal 6 April 2023 antara TNI dan Kejagung. Satu dari delapan ruang lingkup kerja sama itu adalah “Dukungan dan bantuan personel TNI dalam pelaksanaan tugas dan fungsi Kejaksaan”.
Kini menjadi pro kontra atas perintah pengerahan prajurit TNI itu untuk menjaga keamanan di berbagai kantor kejaksaan. Bahkan dinilai sebagai salah satu upaya Presiden Prabowo Subianto untuk melemahkan atau mengebaskan pengaruh Joko Widodo.
Pasalnya, Jokowi dipandang masih memiliki pengaruh besar di institusi penegak hukum, seperti kepolisian. “Ini seperti upaya tentara yang semakin ingin menggantikan posisi polisi yang notabenenya seperti anak emas selama 10 tahun terakhir, di bawah Jokowi. Prabowo pelan-pelan ingin mengambil alih secara total kekuasaan yang seharusnya dimilikinya dari pengaruh Jokowi,” kata profesor riset bidang Politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Firman Noor, Kamis (15/5/2025).
Pun pengerahan TNI itu juga disebut melanggar banyak peraturan dari sisi hukum tata negara, mulai UUD 1945, UU Kekuasaan Kehakiman, UU Kejaksaan, UU Pertahanan Negara, hingga UU TNI. Tak hanya itu, diduga juga Kejaksaan Agung sedang mengusut kasus besar.
“Itu bukan tugas TNI untuk mengamankan kejaksaan. Melanggar Pasal 30 UUD. Pada titik tertentu kita melihat ada kemelut antarinstitusi negara. Presiden haru menertibkan agar sesuai kehendak konstitusi,” kata pakar hukum tata negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari.
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan pada Minggu (11/5/2025) juga menegaskan pelibatan tentara ini semakin menguatkan adanya intervensi militer di ranah sipil, khususnya di wilayah penegakan hukum, dan dugaan akan kembalinya dwifungsi TNI.
Namun pandangan Firman Noor dibantah oleh Ketua Harian DPP Partai Gerindra yang juga Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad. “Saya rasa narasi itu adalah narasi memecah-belah karena tidak ada yang namanya aparat penegak hukum dekat dengan satu, Pak Jokowi atau dekat dengan Pak Prabowo,” kata Dasco.