ORINEWS.id – Pengamat Politik Rocky Gerung menegaskan bahwa pemakzulan terhadap Wakil Presiden terpilih Gibran Rakabuming Raka secara konstitusi memungkinkan, meskipun secara Politik sulit diwujudkan.
Hal ini senada dengan pandangan Mahfud MD, yang menyebut bahwa langkah tersebut bisa dilakukan secara teoritis, namun berat secara politik.
“Memang sulit. Iya, benar. Secara normatif memang dimungkinkan. Kalau Pak Mahfud mengatakan ‘bisa secara teoritis’, ya bukan sekadar secara teoritis, secara normatif normanya ada di dalam konstitusi,” kata Rocky dalam pernyataannya baru-baru ini, dalam diskusi dengan wartawan senior Hersubeno Arief dalam kanal YouTube Rocky Gerung Official pada Rabu, 7 Mei 2025.
Menurut Rocky, konstitusi Indonesia jelas mengatur tata cara impeachment atau pemakzulan, dengan syarat-syarat yang ketat seperti pengkhianatan terhadap negara, pelanggaran konstitusi, atau tindakan tercela.
“Impeachment itu bukan hal terlarang, dia diatur dalam konstitusi,” tegas Rocky.
Namun, Rocky menekankan bahwa selain aspek hukum, persoalan utama terletak pada kondisi politik di parlemen.
Mengingat mayoritas DPR dikuasai oleh koalisi pemerintahan yang mendukung pasangan Prabowo-Gibran, langkah untuk memakzulkan akan sangat berat secara politik.
“Kalau tidak ada dukungan di DPR, bagaimana? Karena DPR dikuasai mayoritas oleh koalisi kabinet Pak Prabowo, tentu saja prosesnya tidak mudah,” ujar Rocky.
Ia juga menyoroti pernyataan Presiden terpilih Prabowo Subianto dalam sebuah acara di Balai Kartini yang menyebut dirinya sebagai didikan dari sejumlah tokoh militer senior seperti Wiranto, Hendropriyono, dan Try Sutrisno.
Rocky menilai pernyataan tersebut menunjukkan bahwa Presiden memahami adanya perbedaan pandangan di kalangan elite senior.
“Bayangkan, presiden sendiri masih menganggap itu senior. Jadi kira-kira Pak Prabowo mau bilang, ‘Senior saya saja berbeda pendapat kok.’ Jadi biasa saja dong,” kata Rocky.
Rocky juga menjelaskan bahwa proses pemakzulan memerlukan dukungan dari partai-partai di DPR, lalu harus melalui Mahkamah Konstitusi untuk dinilai kelayakan hukumnya sebelum dikembalikan ke MPR untuk keputusan final.
“Presiden tahu prinsip-prinsip pemakzulan itu harus diproses DPR. Jumlah partai harus menyetujui, lalu dibawa ke Mahkamah Konstitusi. Mahkamah memeriksa apakah dalilnya masuk akal,” urai Rocky.
Meskipun secara teoritis dan normatif langkah hukum bisa dilakukan, Rocky menilai hambatan terbesar justru terletak pada pihak-pihak yang ingin mendorong pemakzulan. Dibutuhkan pengkondisian politik yang matang agar proses hukum dapat berjalan.
“Isu ini akan terus bertumbuh. Secara teoritis boleh, tapi secara politis mungkin susah. Yang berat justru ada pada pihak yang menginginkan pemakzulan Gibran,” ujarnya.
“Itu bisa terjadi dalam waktu satu minggu, dua bulan, atau tiga bulan. Tapi masalahnya isu ini sudah jadi isu utama yang mengganggu psikologi kepemimpinan presiden,”