ORINEWS.id – Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, dan IMIPAS RI, Prof. Yusril Ihza Mahendra, akhirnya angkat bicara terkait polemik desertir TNI, Satria Artak Kumbara, yang diketahui kini menjadi tentara bayaran di Rusia.
Dalam keterangannya, Yusril menegaskan bahwa Satria masih memiliki peluang untuk kembali ke tanah air, namun ada sejumlah syarat yang harus dipenuhi.
Satria diketahui diam-diam meninggalkan dinasnya sebagai marinir TNI untuk bergabung sebagai tentara bayaran di Rusia.
Ia terlibat dalam konflik bersenjata antara Rusia dan Ukraina.
Keputusannya untuk membelot dari militer Indonesia disebut karena alasan ekonomi, yakni mengejar penghasilan yang lebih tinggi.
Belakangan, video permohonan maaf Satria viral di media sosial.
Dalam video yang direkamnya langsung dari Rusia, ia menyampaikan penyesalannya telah meninggalkan statusnya sebagai Warga Negara Indonesia (WNI) dan meminta bantuan Presiden Prabowo serta pemerintah Indonesia agar diizinkan pulang.
“Saya menyesal telah meninggalkan Indonesia. Saya ingin kembali dan memulai hidup baru,” ujar Satria dalam video tersebut.
Menanggapi hal itu, Yusril menyatakan bahwa secara hukum, Satria masih dapat pulang ke Indonesia jika status kewarganegaraannya belum dicabut.
Namun, jika terbukti ia telah secara resmi menjadi anggota militer negara asing, maka berdasarkan undang-undang, status WNI-nya otomatis gugur dan ia tidak dapat kembali ke Indonesia sebagai warga negara.
“Jika status kewarganegaraannya masih WNI, dia punya hak untuk kembali. Namun, jika sudah hilang karena menjadi bagian militer asing, maka secara hukum dia tidak lagi bisa kembali sebagai WNI,” jelas Yusril.
Pernyataan ini sejalan dengan pandangan yang sebelumnya disampaikan oleh anggota Komisi I DPR RI, TB Hasanuddin.
Ia menegaskan bahwa tindakan Satria masuk dalam kategori pelanggaran berat terhadap Undang-Undang Kewarganegaraan karena menjadi bagian dari angkatan bersenjata negara lain.
Meski begitu, Yusril mengaku tidak memiliki informasi pasti mengenai status kewarganegaraan Satria saat ini.
Ia menyatakan bahwa hal itu menjadi kewenangan Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) di bawah Kementerian Hukum dan HAM.
“Saya tidak mengetahui apakah pemerintah sudah mencabut kewarganegaraannya atau belum. Itu ranah Dirjen AHU Kemenkumham,” jelasnya.
Kasus ini memunculkan diskusi serius di tengah masyarakat mengenai integritas prajurit TNI dan sikap negara terhadap warganya yang membelot demi keuntungan pribadi.
Pemerintah kini tengah menelusuri dan mengkaji aspek hukum lebih lanjut sebelum mengambil keputusan terhadap nasib Satria Artak Kumbara.