ORINEWS.id – Alumni Program Studi Teknik Geofisika Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala (USK), Muhammad Haikal Gunarya, berhasil lolos program beasiswa dari Pemerintah Jepang yaitu MEXT (Monbukagakusho) jalur rekomendasi antar universitas (University to University/U to U) untuk menempuh studi doktoral di bidang Seismologi.
Program ini merupakan program terpadu selama lima tahun yang menggabungkan studi magister dan doktoral, dengan tingkat seleksi yang sangat ketat. Dari seluruh pelamar global, hanya empat mahasiswa internasional diterima di departemennya.
“Perjalanan saya ke sini bukan sesuatu yang instan. Saya sempat ditolak oleh enam program beasiswa sebelum akhirnya diterima di MEXT. Tapi saya percaya, Allah akan mengabulkan impian kita di waktu yang paling tepat, ketika kita benar-benar siap menerimanya,” ujar Haikal.
Minatnya terhadap sistem vulkanik dan seismologi membawanya bersurat kepada Prof. Junichi Nakajima salah satu peneliti terkemuka di bidang seismologi Jepang yang kemudian menerima Haikal sebagai mahasiswa bimbingannya.
📎 Baca juga: Gubernur Aceh Temui Fraksi Gerindra DPR RI, Bahas Revisi UU hingga Tanah Blang Padang
Setibanya di Tokyo, Haikal harus beradaptasi dengan budaya dan ritme kehidupan baru. Namun satu pengalaman yang paling membekas adalah saat lagu “Tanah Airku” diputar menjelang keluar dari pesawat.
“Momen itu membuat saya sadar bahwa keberangkatan ini bukan sekadar studi, tapi membawa amanah besar sebagai anak bangsa,” kenangnya.
Sebagai mahasiswa, Haikal aktif mengikuti seminar laboratorium mingguan (zemi), menjadi asisten peneliti, serta terlibat aktif di Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Science Tokyo. Ia juga menjalin kolaborasi antara institusi riset Jepang dengan TDMRC Universitas Syiah Kuala, tempat ia sebelumnya berkontribusi sebagai peneliti di bidang mitigasi bencana geologi.
“Salah satu hal yang paling saya pelajari dari Jepang adalah budaya tertib dan disiplin mereka. Hal-hal sederhana seperti antre rapi, ketepatan waktu, dan menjaga kebersihan mencerminkan kesadaran sosial yang tinggi. Saya ingin nilai-nilai ini juga tumbuh di masyarakat kita,” ujarnya.
Setelah menyelesaikan studi doktoralnya, Haikal berencana melanjutkan postdoktoral di luar negeri selama dua tahun sebelum mengembangkan karier akademik di tingkat global. Meski belum berencana kembali ke Indonesia dalam waktu dekat, ia menegaskan bahwa kontribusi terhadap bangsa bisa dilakukan dari mana saja.
“Nasionalisme bukan soal dimana kita berada, tapi seberapa besar kita berdampak. Dengan jaringan global yang kita bangun, kita bisa menjadi penghubung antara Indonesia dan dunia dalam banyak hal mulai dari riset, teknologi, hingga transfer ilmu pengetahuan,” tegasnya.[]