ORINEWS.id – Analis Komunikasi Politik Hendri Satrio menyoroti isu pemakzulan Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka yang belakangan dibahas kembali oleh publik.
Hensa, sapaan akrabnya, mengungkapkan Gibran sebagai wakil presiden hanya akan memungkinkan terjadi melalui tiga skema.
Pertama, Gibran bisa saja mundur secara sukarela dari jabatannya.
Kedua, melalui jalan konstitusi yang prosesnya panjang dan harus menunggu momentum yang tepat.
“Bisa saja Mas Gibran mundur secara sukarela itu satu, atau yang kedua melalui jalan konstitusi namun membutuhkan proses yang panjang dan menunggu momentum tepat,” kata Hensa kepada wartawan, Jumat (4/7/2025).
Hensa mengungkapkan, cara ketiga adalah dengan Mahkamah Konstitusi mengeluarkan putusan yang mempersilahkan Presiden mengganti Wakil Presidennya.
Kata Hensa, meski tergolong kontroversial, namun cara tersebut bisa saja terjadi mengingat putusan MK yang membuat Gibran jadi wakil presiden pun, tergolong kontroversial dan terjadi secara cepat.
“Misalnya, ada permohonan ke MK bahwa bila presiden tidak nyaman dengan wakil presidennya demi kelangsungan negara, atau dalam keadaan terdesak, presiden berhak mengganti wakil presiden. Dirapatkan, disidangkan di MK, atau seperti putusan 90, diputuskan tanpa sidang. Presiden boleh mengganti wakil presiden di tengah jalan karena alasan keamanan atau kebutuhan negara yang mendesak. Bisa jadi seperti itu,” kata Hensa.
📎 Baca juga: Pengakuan Salah Satu Pemilik Kios di Pasar Pramuka soal Paiman Rahardjo: Dia Spesialis Skripsi
Hensa pun berpendapat bahwa ada alasan lain yang membuat surat pemakzulan Gibran yang dikirimkan oleh Forum Purnawirawan TNI tersebut pada akhirnya tidak dibacakan di DPR.
Menurut Hensa, DPR bisa jadi sedang menjadikan surat tersebut sebagai alat tawar menawar kepada Gibran, sehingga mereka pun menunggu momentum untuk membahas surat tersebut.
“Surat ini bisa jadi alat tawar-menawar supaya wapres ini mengikuti pak Prabowo lah. Pada saatnya momennya tiba, surat ini bisa digunakan untuk memakzulkan Mas Gibran,” imbuhnya.
Selain itu, Hensa melihat bahwa parpol-parpol parlemen ini bisa jadi masih membahas soal siapa yang akan menggantikan Gibran, jika surat tersebut dibahas
Untuk itu, ia mengatakan, surat tersebut kemungkinan akan dibacakan oleh DPR ketika para parpol di parlemen sudah sepakat soal siapa pengganti Gibran.
“Kalau Mas Gibran dimakzulkan, harus ada tindak lanjut. Siapa penggantinya? Apakah dari salah satu partai politik? Saya rasa sampai ada kesepakatan siapa yang akan menjadi wakil presiden pengganti, saya rasa surat itu tidak akan dibacakan oleh DPR,” pungkasnya.
Sebelumnya, Forum Purnawirawan Prajurit TNI mengancam akan menduduki Gedung MPR RI di Senayan, Jakarta, jika DPR dan MPR tak kunjung memproses usulan pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
Ancaman itu disampaikan mantan Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL), Laksamana TNI (Purn) Slamet Soebijanto, dalam jumpa pers di kawasan Kemang, Jakarta, Rabu (2/7/2025).
Ketegangan politik meningkat setelah Forum Purnawirawan Prajurit TNI menyatakan siap mengambil langkah paksa terhadap DPR dan MPR terkait mandeknya proses pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
Laksamana TNI (Purn) Slamet Soebijanto, menegaskan pihaknya kecewa karena surat resmi pemakzulan yang dikirim tak kunjung ditanggapi lembaga legislatif.
“Kalau sudah kita dekati dengan cara yang sopan, tapi diabaikan, enggak ada langkah lagi selain ambil secara paksa. Kita duduki MPR Senayan sana. Oleh karena itu saya minta siapkan kekuatan,” kata Slamet dalam pernyataannya.
Slamet menyebut kehadiran Gibran di pucuk kekuasaan sebagai “situasi genting bagi bangsa”.
Ia menilai Indonesia berada di “ujung tanduk” dan harus diselamatkan dari potensi kehancuran.
“Negara kita memang berada di ujung tanduk, masih ada atau hancur. Oleh karena itu mau enggak mau, kita semua harus bergerak untuk menyelamatkan bangsa ini,” tegasnya.
Advokat Somasi Gibran Segera Mengundurkan Diri
Sementara itu, setelah purnawirawan atau pensiunan jenderal TNI, kini giliran kelompok profesi advokat yang meminta Wapres Gibran Rakabuming Raka mundur dari jabatannya.
Pensiunan jenderal TNI tadinya mengirim surat ke DPR RI untuk memecat Gibran, karena dianggap tak mumpuni memimpin negara ini.
Karena permohonan untuk pemakzulan tersebut terkesan diabaikan DPR RI, akhirnya Advokat Perekat Nusantara dan TPDI melayangkan somasi ke Gibran.
Advokat menilai keberadaan Gibran dalam jabatan sebagai Wakil Presiden RI periode 2024-2029 telah mendelegitimasi pemerintahan hasil Pemilu 2024.
Selain itu, Gibran dicap membuat noda hitam dalam sejarah demokrasi dan ketatanegaraan Indonesia.
Seperti diketahui, Indonesia sempat gaduh kala Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) yang diketuai Anwar Usman, memutus soal syarat batas usia seseorang jadi Wapres boleh di bawah 40 tahun.
Hal ini membuka pintu buat putra sulung mantan Presiden Jokowi itu untuk ikut Pilpres 2024 mendampingi Prabowo Subianto.
Melihat kinerja Gibran saat ini yang tak menonjol, Advokat Perekat Nusantara dan TPDI akhirnya mengirim somasi kekecewaan.
“Demi keabsahan dan legitimasi Pemerintah hasil Pemilu 2024, kami menyampaikan SOMASI PERTAMA dan TERAKHIR kepada Gibran agar dalam tempo 7 (tujuh) setelah menerima SOMASI ini, segera menyatakan MENGUNDURKAN DIRI dari Jabatan WAKIL PRESIDEN RI,” bunyi somasi tersebut dalam rilis yang diterima Tribunnews.com, Rabu (2/7/2025).
“Apabila setelah lewat dari 7 (tujuh) hari setelah SOMASI ini diterima, Gibran tidak mengundurkan diri dari Jabatan WAKIL PRESIDEN RI, maka kami akan membawa permasalahan ini sebagai ASPIRASI MASYARAKAT kepada MPR RI untuk menyelenggarakan sebuah SIDANG MPR RI guna MENDISKUALIFIKASI (BUKAN MEKANISME PEMAKZULAN) JABATAN WAKIL PRESIDEN atas nama Gibran Rakabuming Raka,”
Berikut somasi lengkap yang dilayangkap Advokat PEREKAT NUSANTARA dan TPDI ke Wapres Gibran.
SOMASI PARA ADVOKAT PEREKAT NUSANTARA DAN TPDI KEPADA
GIBRAN RAKABUMING RAKA, WAPRES 2024-2029.
1. Bahwa kami Para Advokat PEREKAT NUSANTARA dan TPDI, merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Warga Masyarakat atau Rakyat Indonesia, pada tanggal 10 Oktober 2024, dengan Surat No. : 003/PER-TPDI/X/2024, Perihal Pembatalan Pelantikan Calon Wakil Presiden terpilih Gibran Rakabuming Raka (Gibran), tertanggal 10 Oktober 2024, telah menyampaikan ASPIRASI dan/atau TUNTUTAN kepada MPR agar pada Sidang MPR RI tanggal 20 Oktober 2024 yang lalu, “MENDISKUALIFIKASI” atau “TIDAK MELANTIK” Gibran Rakabuming Raka, sebagai calon Wakil Presiden terpilih hasil pemilu 2024, BERHALANGAN TETAP.
2. Bahwa meskipun dalam persidangan MPR tanggal 20 Oktober 2024, MPR tetap melantik Gibran sebagai Wakil Presiden RI, namun oleh karena Surat Para Advokat PEREKAT NUSANTARA dan TPDI itu merupakan ASPIRASI MASYARAKAT, maka sesuai dengan ketentuan pasal 5 huruf d dan pasal 10 huruf b UU No. 13 Tahun 2019 tentang Perubahan Ketiga atas UU No. 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD, wajib hukumnya bagi MPR untuk menyerap dan mempertimbangkan pada masa sidang tahunan MPR berikutnya, sesuai ketentuan pasal 2 UUD 1945.
3. Bahwa oleh karena terdapat “Peristiwa Hukum” dan “Fakta Hukum” yang terjadi dan muncul sebelum, selama dan sesudah Pilpres 2024, terlebih-lebih selama proses perkara Uji Materiil No. 90/PUU-XXI/2023, proses pencalonan sebagai Cawapres, hingga pelantikan Presiden dan Wakil Presiden terpilih pada tanggal 20 Oktober 2024 (selama jedah waktu 6 bulan), banyak hal telah terjadi dan muncul di ruang publik, namun tidak semua persoalan yang muncul di ruang publik, boleh dijadikan Obyek Sengketa Pilpres di MK, karena itu pasal 427 UU No. 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum, membuka pintu untuk mendiskualifikasi (bukan memakzulkan) seorang Calon Presiden dan/atau Calon Wakil Presiden terpilih jika “BERHALANGAN TETAP”.
4. Bahwa adapun “Peristiwa Hukum” dan Fakta Hukum” yang terjadi dan timbul dimaksud, dapat kami kemukakan sebagai berikut :
1. Putusan MK No.90/PUU-XXI/2023, 16 Oktober 2023 dan Putusan MKMK dalam Perkara Pelanggaran Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi No. : 2, No. 3, No. 4 dan No. 5/MKMK/L/11/2023, tertanggal 7 November 2023, merupakan “Peristiwa Hukum” dan “Fakta Hukum” yang sangat penting dan menentukan bagi keabsahan pencawapresan Gibran, oleh karena Putusan MK dan Putusan MKMK dimaksud, tidak hanya berimplikasi hukum kepada Hakim Konstitusi ANWAR USMAN diberhentikan dari jabatan Ketua MK dan 8 (delapan) Hakim Konstitusi lainnya diberi sanksi administratif berupa Teguran Tertulis dan Teguran Lisan, akan tetapi juga berimplikasi hukum pada tidak sahnya Putusan MK No. : 90/PUU-XXI/2023, tanggal 16 Oktober 2023 dimaksud, dengan segala akibat hukumnya.
2. Dengan demikian, Putusan MK No.90/PUU-XXI/2023, tanggal 16 Oktober 2023 dan Putusan MKMK dalam Perkara Pelanggaran Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi No. : 2, No. 3, No. 4 dan No. 5/MKMK/L/11/2023, tertanggal 7 November 2023, merupakan “Peristiwa Hukum” dan Fakta Hukum yang sangat penting dan menentukan yang memastikan bahwa keberadaan Gibran sebagai Wakil Presiden RI periode 2024-2029 menjadi cacat hukum, tidak sah dan batal demi hukum, sehingga menempatkan Gibran berada dalam posisi “BERHALANGAN TETAP” dan seharusnya tidak dilantik sebagai Wakil Presiden sesuai ketentuan pasal 427 ayat (2) UU No. 7 Tahun 2017, Tentang Pemilihan Umum.
3. Penjatuhan Sanksi Administratif berupa Pemberhentian Ketua MK ANWAR USMAN dan penjatuhan sanksi administratif berupa Teguran Tertulis dan/atau Lisan kepada 8 (delapan) Hakim Konstitusi lainnya berikut terpilihnya Hakim Konstitusi SUHARTOYO sebagai Ketua MK pada tanggal 9 November 2023, sebagai pelaksanaan dari Putusan MKMK No. : 2, No. 3, No. 4 dan No. 5/MKMK/L/11/2023, tanggal 7 November 2023, menjadi bukti terkuat yang merupakan “Peristiwa Hukum” dan Fakta Hukum”, yang sangat penting dan menentukan soal konstitusionalitas pencawapresan Gibran, karena MK berada dalam cengkraman Dinasti Politik Presiden Jokowi ketika memutus Perkara Uji Materiil No. 90/PUU-XXI/2023, pada tanggal 16 Oktober 2023.
4. Dengan demikian, secara konstitusi hal ini merupakan pelanggaran terhadap prinsip kekuasaan kehakiman yang merdeka yang dijamin oleh ketentuan pasal 24 UUD 1945 dan pasal 1 angka 1 dan angka 3 dan pasal 3 dan pasal 5 dan pasal 17 UU No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman, sehingga berimplikasi hukum kepada tidak sahnya putusan MK, sekaligus menempatkan Gibran sebagai Calon Wakil Presiden RI terpilih yang pada tanggal 20 Oktober 2024 berada dalam posisi “BERHALANGAN TETAP”, yang seharusnya tidak dilantik sesuai ketentuan pasal 427 ayat (2) UU No. 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum.
5. Ketentuan pasal 13 ayat (1) huruf q Peraturan KPU No. 19 Tahun 2023 tentang persyaratan usia Pasangan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden, minimal 40 (empat puluh) tahun, tetap berlaku pasca Putusan MK No.90/PUU-XXI/2023, tanggal 16 Oktober 2023, karena secara hukum KPU baru boleh mengubah PKPU No. 9 Tahun 2023 dimaksud, manakala DPR RI telah melaksanakan Putusan MK No.90/PUU-XXI/2023, 16 Oktober 2023, yaitu mengubah ketentuan batas umur Calon Presiden-Calon Wakil Presiden dalam Perubahan UU No.7 Tahun 2017, Tentang Pemilu.
6. Unggahan akun Fufufafa yang viral karena disebut-sebut sebagai milik Gibran, telah menyeret nama Gibran d/h. Cawapres terpilih sekarang Wapres, kini sudah menjadi bola liar, namun dibiarkan oleh Gibran, Polri, dan oleh Kemenkominfo (sekarang Kemenkomdigi) tanpa ada klarifikasi, tanpa langkah penindakan dari segi Penegakan Hukum dan berimplikasi memicu lahirnya krisis kepercayaan publik yang meluas, bukan saja terhadap Gibran, tetapi juga terhadap Jokowi meski tidak lagi menjabat sebagai Presiden. Padahal terdapat muatan penghinaan, penyebaran berita bohong yang menimbulkan rasa kebencian, aspek asusila dan berorientasi seksual yang tidak sehat pada si pemilik akun Fufufafa, sehingga runtuhlah kepercayaan publik terhadap Lembaga Kepolisian RI, MK, KPU, DPR dan Lembaga Kepresidenan/Wakil Presiden semakin meluas.
7. Dengan demikian, keberadaan Gibran dalam jabatan sebagai Wakil Presiden RI periode 2024-2029 telah mendelegitimasi Pemerintahan hasil Pemilu 2024 dan membuat noda hitam dalam sejarah demokrasi dan ketatanegaraan Indonesia.
M A K A,
demi keabsahan dan legitimasi Pemerihan hasil Pemilu 2024, kami menyampaikan SOMASI PERTAMA dan TERAKHIR kepada Gibran agar dalam tempo 7 (tujuh) setelah menerima SOMASI ini, segera menyatakan MENGUNDURKAN DIRI dari Jabatan WAKIL PRESIDEN RI.
Apabila setelah lewat dari 7 (tujuh) hari setelah SOMASI ini diterima, Gibran tidak mengundurkan diri dari Jabatan WAKIL PRESIDEN RI, maka kami akan membawa permasalahan ini sebagai ASPIRASI MASYARAKAT kepada MPR RI untuk menyelenggarakan sebuah SIDANG MPR RI guna MENDISKUALIFIKASI (BUKAN MEKANISME PEMAKZULAN) JABATAN WAKIL PRESIDEN atas nama Gibran Rakabuming Raka.
Hormat kami,
ADVOKAT-ADVOKAT PEREKAT NUSANTARA DAN TPDI