ORINEWS.id – Pemerintah menghadapi tantangan serius dalam menjaga kinerja fiskal. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melaporkan bahwa realisasi pendapatan negara pada semester I-2025 hanya mencapai Rp1.201,8 triliun, terendah dalam tiga tahun terakhir.
Dalam paparannya, Sri Mulyani menyebutkan bahwa angka tersebut terkontraksi 9% dibandingkan periode yang sama tahun lalu, di mana pendapatan negara mencapai Rp1.320,7 triliun.
Tak hanya itu, capaian tersebut baru memenuhi 40% dari target APBN 2025, lebih rendah dibandingkan realisasi tahun lalu yang sudah mencapai 47,1% dari target APBN 2024 pada pertengahan tahun.
“Kita lihat dari sisi semester 1 dibandingkan dengan 3 tahun terakhir memang lebih rendah,” kata Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Badan Anggarann DPR, dikutip Rabu (2/7/2025).
Sebagai informasi, realisasi pendapatan negara per semester I-2023 adalah Rp1.407,91 triliun, angka ini setara 57,16% dari target APBN 2023. Sementara, realisasi pendapatan negara adalah Rp1.336,11 triliun per semester I-2022. Angka ini setara 58,96% dari target APBN 2022.
Sri Mulyani mengatakan bahwa kontraksi pendapatan negara pada semester I-2025 terjadi karena beberapa hal. Pertama, penurunan harga minyak mentah Indonesia atau Indonesian Crude Price (ICP). Kemenkeu mencatat harga ICP adalah US$70,05 barel per Mei 2025. Angka ini di bawah asumsi US$82 per barel dalam APBN 2025.
📎 Baca juga: OTT Orang Dekat Bobby Dinilai Upaya Penyelamatan, Buru-buru Diambil KPK karena Sedang Diselidiki Kejagung?
Kedua, pengalihan dividen Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sekitar Rp80 triliun ke Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara dari sebelumnya diterima oleh Kemenkeu melalui Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) Kekayaan Negara Dipisahkan (KND).
Ketiga, pembatalan kebijakan pajak pertambahan nilai (PPN) 12% secara umum dan hanya berlaku untuk barang mewah yang menyebabkan negara kehilangan potensi penerimaan Rp71 triliun pada APBN 2025.
“Jadi sebetulnya pendapatan negara mengalami tekanan dari PPN maupun dari dividen BUMN sebesar Rp150 triliun, di mana Rp70 triliun [dari pembatalan PPN 12% secara umum] dan Rp80 triliun [dari pengalihan dividen BUMN],” tuturnya.
Ia juga menekankan bahwa tingginya pendapatan negara pada semester I-2022 dan I-2023 disebabkan oleh lonjakan harga komoditas yang saat itu memberikan keuntungan besar bagi Indonesia.
“Harga komoditas waktu itu tinggi sekali. Harga batu bara di atas US$300 per ton. Harga minyak dan lain-lain. Sehingga memang pada 2024 dan 2025 ini terjadi penyesuaian terutama pada komoditas dan kemudian dampaknya ke kegiatan ekonomi,” jelasnya.
Realisasi Pendapatan Negara Semester I-2025
Pendapatan negara: Rp1.201,8 triliun
1. Penerimaan Perpajakan: Rp978,3 triliun
Penerimaan pajak: Rp831,3 triliun
Kepabeanan dan Cukai: Rp147 triliun
2. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP): Rp222,9 triliun
3. Penerimaan hibah: Rp0,6 triliun. []