TERBARU

InternasionalNews

Gencatan Senjata Iran-Israel Rapuh, Trump Frustrasi: Mereka Tidak Tahu Lagi Apa yang Dilakukan

ORINEWS.id – Gencatan senjata antara Iran dan Israel yang dinyatakan rapuh terus memicu kekhawatiran global. Presiden Amerika Serikat Donald Trump, yang berperan sebagai mediator utama, meluapkan frustrasinya.

Ia menilai kedua negara telah berperang “terlalu lama” hingga kehilangan arah dan tak lagi tahu apa yang mereka lakukan.

“Dua negara ini telah berperang terlalu lama dan terlalu keras, hingga mereka tidak tahu lagi apa yang sedang mereka lakukan,” ujar Trump dalam pernyataannya kepada wartawan di Gedung Putih sebelum berangkat ke KTT NATO.

Ucapan ini mencerminkan betapa rapuhnya kesepakatan gencatan senjata yang dicapai setelah 12 hari ketegangan militer.

Gencatan Senjata Dibayangi Ketidakpastian

Kesepakatan gencatan senjata yang diumumkan Trump dianggap sebagai pencapaian diplomatik penting untuk menghentikan spiral konflik yang melibatkan serangan langsung Israel ke fasilitas nuklir Iran dan balasan rudal dari Teheran ke pangkalan militer AS di Qatar.

Namun, hanya beberapa jam setelah pengumuman tersebut, Israel menuduh Iran melanggar perjanjian dengan menembakkan dua misil ke wilayah udaranya.

Meskipun sistem pertahanan Israel berhasil mencegat rudal-rudal tersebut, tuduhan ini memperkeruh situasi. Iran, melalui media pemerintah, membantah keras tuduhan itu dan justru mengecam serangan fajar Israel ke wilayahnya.

📎 Baca juga: Warga Iran Turun ke Jalan Rayakan Kemenangan, Presiden Pezeshkian: Hari Ini Bangsa Kita Menulis Sejarah

“ISRAEL tidak akan menyerang Iran. Semua pesawat akan berbalik dan pulang sambil melakukan ‘Plane Wave’ ramah ke Iran.

Tak ada yang terluka, gencatan senjata berlaku!” tulis Trump lewat platform Truth Social, berusaha menenangkan publik dunia.

Trump Frustrasi, Laporan Intelijen AS Berbeda dengan Klaim Netanyahu

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengklaim operasi militer telah berhasil “meruntuhkan” program nuklir Iran.

Namun, laporan dari Defense Intelligence Agency (DIA) Amerika Serikat justru menyebut bahwa program tersebut hanya mengalami kemunduran selama beberapa bulan saja.

Laporan yang dirilis Senin (23/6/2025) dan bocor ke Associated Press ini menegaskan bahwa fasilitas nuklir Iran di Natanz, Isfahan, dan reaktor Arak memang rusak, tetapi tidak sampai menghentikan seluruh programnya.

Gedung Putih menolak laporan tersebut dan menyebutnya “salah total,” mempertahankan pernyataan Trump bahwa program nuklir Iran telah “sepenuhnya dihancurkan.”

12 Hari yang Mencekam

Konflik terbaru antara Iran dan Israel dimulai 12 hari lalu saat Israel menyerang situs nuklir dan militer Iran, dengan alasan bahwa Teheran sudah terlalu dekat dengan pengembangan senjata nuklir.

Iran bersikeras programnya bersifat damai, namun segera membalas dengan rudal yang menghantam pangkalan AS di Timur Tengah.

Dalam upaya mencegah eskalasi lebih lanjut, Trump melakukan diplomasi cepat dengan Netanyahu dan pejabat Iran, menghasilkan kesepakatan gencatan senjata dalam waktu 48 jam.

Namun, perdamaian itu tampak rapuh karena kedua pihak masih saling tuding melakukan pelanggaran.

Dampak Global dan Reaksi Dunia

Ketegangan yang meningkat ini tak hanya menjadi kekhawatiran kawasan Timur Tengah, tetapi juga berdampak besar pada ekonomi global, terutama terkait Selat Hormuz—jalur pelayaran utama minyak dunia.

Jika gencatan senjata gagal dan Iran menutup selat tersebut, harga minyak mentah bisa melonjak drastis.

China, mitra dagang terbesar Iran, mengecam serangan AS dan memperingatkan “spiral eskalasi” yang bisa mengganggu stabilitas global.

Data Korban dan Kerusakan

Berdasarkan data terbaru dari Human Rights Activists yang berbasis di Washington:

Iran: 974 orang tewas, 3.458 luka-luka, termasuk 387 warga sipil dan 268 personel keamanan.

Israel: 28 orang tewas, lebih dari 1.000 terluka. Serangan roket menghancurkan tiga gedung apartemen di Beersheba, dengan pecahan kaca, puing, dan bangkai mobil terbakar ditemukan di lokasi.

Pangkalan AS: Tidak ada korban jiwa meski ada serangan drone di Ain al-Assad, Irak, dan bandara Baghdad.

FBI Alihkan Fokus dari Imigrasi ke Iran

Di dalam negeri, Pemerintah AS melalui FBI memperketat pengawasan terhadap potensi ancaman dari Iran.

Menurut laporan Reuters, beberapa agen FBI dibebaskan dari tugas-tugas imigrasi untuk fokus pada kontra-terorisme, kontra-intelijen, dan keamanan siber terkait Iran.

Kantor-kantor lapangan FBI di Chicago, Los Angeles, San Francisco, New York, dan Philadelphia membatalkan rotasi tugas bagi agen ke bidang imigrasi.

Keputusan ini menandakan keseriusan Washington menanggapi potensi ancaman akibat ketegangan tersebut.

Damai atau Jeda Sementara?

Meskipun tidak ada serangan besar baru setelah deklarasi gencatan senjata, situasi tetap tegang dan rentan.

Trump mengakui bahwa kesepakatan ini mungkin hanya sementara, terutama jika “kedua pihak tidak kembali waras,” ujarnya di Air Force One sebelum terbang ke Eropa.

Jika ketegangan kembali meningkat, bukan hanya Timur Tengah yang terancam, tetapi juga stabilitas global, jalur perdagangan, serta hubungan internasional yang telah rapuh sejak awal konflik.

Dunia kini hanya bisa berharap jeda ini menjadi awal dari diplomasi baru yang lebih damai, bukan sekadar peralihan menuju babak kekerasan berikutnya. []

Artikel Terkait

Load More Posts Loading...No more posts.
Enable Notifications OK No thanks