TERBARU

AcehNews

Mahasiswa Aceh: Setelah Raja Ampat, Saatnya Presiden Selesaikan Polemik Empat Pulau

ORINEWS.id – Dua isu strategis mencuat ke permukaan dan menjadi perhatian publik nasional sepanjang bulan ini: kerusakan lingkungan di kawasan konservasi Raja Ampat dan sengketa batas wilayah antara Provinsi Aceh dan Sumatera Utara atas empat pulau terluar.

Di ujung timur Nusantara, Presiden Prabowo Subianto menunjukkan ketegasan kepemimpinan dengan mencabut izin usaha pertambangan (IUP) dari empat perusahaan nikel yang beroperasi di wilayah konservasi Raja Ampat. Keputusan ini diambil menyusul laporan kerusakan lingkungan, desakan masyarakat adat, serta hasil investigasi Kementerian Lingkungan Hidup. Langkah tersebut mendapat apresiasi luas karena dianggap mencerminkan komitmen negara terhadap pelestarian alam dan keberlanjutan ekosistem laut Indonesia.

Sementara itu, di ujung barat negeri, polemik baru mencuat usai diterbitkannya Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode, Data Wilayah Administrasi Pemerintahan, dan Pulau. Dalam keputusan tersebut, empat pulau yang secara administratif diklaim oleh Aceh Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Besar, dan Pulau Mangkir Kecil dinyatakan sebagai bagian dari Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara.

Penetapan ini sontak menimbulkan gelombang penolakan luas dari berbagai elemen masyarakat Aceh. Mulai dari unsur eksekutif dan legislatif, tokoh adat, akademisi, mahasiswa, hingga masyarakat sipil, seluruhnya menyuarakan sikap tegas menolak keputusan tersebut. Mereka menilai proses pengambilan keputusan dilakukan tanpa kajian historis yang komprehensif serta tanpa konsultasi publik yang memadai, sehingga berpotensi menimbulkan ketegangan antarwilayah.

Pemerintah Aceh mengklaim telah mengantongi bukti administratif, arsip historis, serta bukti fisik otentik, seperti prasasti, sertifikat tanah, dan infrastruktur pelayanan publik yang telah lama berdiri di wilayah empat pulau tersebut. Salah satu dasar hukum yang dianggap paling kuat adalah Surat Kesepakatan Bersama Tahun 1992 antara Gubernur Aceh dan Gubernur Sumatera Utara yang disaksikan langsung oleh Menteri Dalam Negeri saat itu.

BACA JUGA
DPR Ingatkan Tito Karnavian Jangan Ganggu Aceh

Dalam pernyataan Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad, disebutkan bahwa Presiden Prabowo Subianto akan mengambil alih langsung persoalan tersebut sebagai kepala negara.

“Hasil komunikasi DPR RI dengan Presiden, beliau menyampaikan akan mengambil alih persoalan batas pulau yang menjadi dinamika antara Provinsi Aceh dan Sumatera Utara,” ujar Dasco, Sabtu (14/6/2025) malam.

Menanggapi hal tersebut, mahasiswa Aceh ikut menyuarakan tuntutan kepada pemerintah pusat. Salah satunya, Maulana Habib, mahasiswa asal Aceh Tamiang yang tengah menempuh studi di FISIP Universitas Syiah Kuala (USK).

“Kami mengapresiasi langkah cepat Presiden Prabowo dalam menyelesaikan persoalan tambang di Raja Ampat. Saat ini, kami masyarakat Aceh mendesak agar beliau melakukan hal yang sama terhadap polemik empat pulau ini. Kami meminta agar status kepemilikan keempat pulau tersebut dikembalikan kepada Aceh, karena ini bukan sekadar urusan garis pada peta ini menyangkut harga diri dan hak sejarah masyarakat Aceh yang tidak boleh diabaikan,” ujar Maulana.

Habib juga menyambut positif komitmen Presiden yang disampaikan melalui DPR RI, dan menegaskan bahwa masyarakat Aceh akan terus mengawal proses penyelesaiannya.

“Kami mengapresiasi komitmen itu dan akan terus mengawal prosesnya hingga tuntas. Karena bagi kami, masyarakat Aceh, ini bukan sekadar urusan teknis wilayah—ini adalah soal marwah Aceh. Suatu kehormatan yang tak dapat ditawar, diubah, atau dipetakan sepihak. Kami, seluruh elemen masyarakat Aceh, akan terus bersuara untuk menjaga warisan sejarah dan martabat yang telah kami emban secara turun-temurun,” pungkasnya.[]

Artikel Terkait

Load More Posts Loading...No more posts.
Enable Notifications OK No thanks