ORINEWS.id – Warga Aceh Singkil, Provinsi Aceh, tengah merasa terusik. Ratusan warga kemudian menduduki 4 pulau sengketa yang kini tengah jadi rebutan antara Provinsi Aceh dan Sumatera Utara.
Video mereka menduduki 4 pulau beredar di media sosial. Kabarnya aksi yang jadi simbol perlawanan atas keputusan pusat yang dinilai sepihak, itu digelar pekan kemarin.
Demikian bagian dari reaksi warga terkait adanya Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Besar, dan Pulau Mangkir Kecil ditetapkan dalam administrasi Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara.
Status keempat pulau ini kini jadi pusat perhatian publik.
Khususnya, setelah Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 menyatakan pulau-pulau tersebut sebagai bagian dari Kabupaten Tapanuli Tengah.
Warga Aceh Singkil langsung meradang.
Tak tinggal diam, ratusan warga Aceh Singkil bergerak menduduki langsung keempat pulau itu.
Dalam video yang viral di media sosial, tampak massa membentangkan spanduk dan meneriakkan yel-yel penuh semangat, menolak keputusan yang dianggap mencederai sejarah dan kedaulatan Aceh.
“Ini Marwah Aceh, Bukan Soal Administrasi”
Di tempat berbeda, anggota DPD RI asal Aceh, Azhari Cage, menegaskan pemolakannya atas tawaran Gubernur Sumut Bobby Nasution untuk pengelolaan bersama di 4 pulau tersebut.
“Pulau-pulau ini sudah lama tercatat sebagai bagian dari wilayah Aceh. Tidak ada alasan untuk berbagi pengelolaan,” tegas Azhari, Kamis (12/6/2025).
Ia bahkan menyodorkan dokumen sejarah, termasuk surat tanah dari tahun 1965 yang diterbitkan oleh Kepala Inspeksi Agraria Aceh, sebagai bukti otentik bahwa pulau-pulau tersebut milik sah warga Aceh.
Tak cuma itu, Azhari juga menyebutkan adanya kesepakatan antara Pemerintah Aceh dan Sumut pada tahun 1988 dan 1992 yang menguatkan posisi Aceh atas empat pulau tersebut.
Mengapa Pulau-Pulau Ini Jadi Penting?
Tak hanya soal batas wilayah, empat pulau ini punya potensi besar di sektor pariwisata dan sumber daya alam.
Warga Aceh meyakini pulau-pulau tersebut sudah lama dibangun dan dikelola oleh Pemerintah Aceh dan Pemkab Aceh Singkil—dengan infrastruktur yang jelas serta dokumen legal yang mengikat.
Azhari Cage bahkan menyebut konflik ini menyangkut identitas dan harga diri masyarakat Aceh.
Ia menyerukan agar seluruh elemen masyarakat Aceh bersatu.
“Ini bukan sekadar soal administrasi, ini soal marwah dan identitas bangsa Aceh,” tegasnya.
Polemik batas wilayah antara Aceh dan Sumut kini memasuki babak baru.
Dengan warga yang turun langsung ke lapangan, tekanan terhadap Pemerintah Pusat kian besar. Sementara itu, publik menunggu apakah Kemendagri akan bersikap fleksibel untuk membuka ruang dialog ulang.