Menurut Taufiq, peristiwa ini juga dapat dikaitkan dengan pelanggaran terhadap Nota Kesepahaman Helsinki (MoU Helsinki) yang ditandatangani pada 2005 antara Gerakan Aceh Merdeka dan Pemerintah Indonesia sebagai penyelesaian konflik bersenjata di Aceh. Dalam MoU tersebut, urusan batas wilayah dan otonomi Aceh ditegaskan secara khusus.
“Ini bisa menjadi perhatian internasional. Maka dari itu, Gubernur Aceh perlu mengambil sikap tegas dan berani. Jika benar berpihak pada rakyat, seluruh Aceh akan mendukung,” katanya.
Ia menambahkan, langkah diplomasi dan advokasi hukum harus segera ditempuh untuk mengembalikan status keempat pulau tersebut ke dalam wilayah administratif Aceh. Baginya, ini bukan semata-mata urusan birokrasi, tetapi soal mempertahankan jati diri dan kehormatan daerah.
“Bukan hanya soal siapa punya pulau, ini tentang siapa yang masih peduli pada Aceh dan berani berdiri membela hak-haknya,” pungkas Taufiq.
Pemerintah Aceh Upayakan Empat Pulau di Singkil Kembali Masuk Wilayah Aceh
Sementara itu, Pemerintah Aceh di bawah kepemimpinan Gubernur Muzakir Manaf dan Wakil Gubernur Fadhlullah menegaskan komitmen mereka untuk memperjuangkan perubahan status administratif empat pulau di Kabupaten Aceh Singkil yang saat ini ditetapkan sebagai bagian dari wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara.
Keempat pulau tersebut adalah Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek. Status administratif ini tertuang dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode serta Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau, yang ditetapkan pada 25 April 2025. Kepmendagri ini diketahui publik melalui unggahan di media sosial.
Kepala Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah Sekretariat Daerah Aceh, Syakir, dalam keterangannya pada Minggu, 25 Mei 2025, menjelaskan bahwa proses perubahan status keempat pulau tersebut telah berlangsung sebelum tahun 2022, jauh sebelum Gubernur Muzakir Manaf dan Wakil Gubernur Fadhlullah menjabat. Pada tahun 2022, beberapa kali telah difasilitasi rapat koordinasi dan survei lapangan oleh Kementerian Dalam Negeri.