ORINEWS.id – Menteri Kebudayaan Fadli Zon mengungkapkan alasan terkait tak ada istilah Orde Lama dalam penulisan ulang sejarah. Ia mengatakan, konsep penulisan ulang sejarah ini disusun oleh sejarawan.
“Jadi sebenarnya itu para sejarawan yang membuat ya,” kata Fadli Zon saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (26/5/2025).
Fadli Zon menyampailan, Presiden ke-1 RI Soekarno tak pernah menyebut Pemerintahannya “Orde Lama.” Menurutnya, hal ini berbeda dengan Pemerintahan Presiden ke-2 RI Soeharto.
“Kalau kita lihat istilah Orde Lama, pemerintahan Orde Lama, tidak pernah menyebut dirinya Orde Lama, kalau orde baru memang menyebut itu adalah Order Baru. Tapi pemerintahan di masa itu apakah pemerintahan di masa periode itu menyebut dirinya Orde Lama? Kan tidak ada. Jadi sebenarnya itu juga perspektif yang kita ingin membuat lebih inklusif, lebih netral,” tuturnya.
📎 Baca juga: Pemerintah Aceh Bakal Rebut Kembali 4 Pulau di Singkil usai Dicaplok Sumut
Kendati demikian, Fadli menyampaikan, hal itu bukan ditujukan untuk tidak mengakui Pemerintah Orde Lama. “Bukan, itu kan masa-masa demokrasi, misalnya, kalau kita lihat dari demokrasi liberal waktu itu kan jatuh bangunnya kabinet,” ujarnya.
“Yang berkuasa secara eksekutif kan sebenarnya kabinet, dari kabinet Natsir, Burhanuddin Abdullah (Harahap), Ali Sastroamidjojo, Kabinet Wilopo dan seterusnya, itu sampai kemudian era demokrasi terpimpin tahun 1959 sampai tahun 1966 kira-kira gitu,” imbuhnya.
Dalam proyek penulisan ulang sejarah, setidaknya 113 sejarawan yang berlatar belakang akademisi, arkeolog hingga ilmuwam humaniora lainnya dilibatkan. Nantinya, proyek ini akan menerbitkan 11 jilid buku. Ke-11 buku yang bakal diterbitkan itu, bakal menceritakan sejarah awal mula Nusantara hingga era Reformasi.
Hal itu diungkapkan Fadli Zon saat Rapat Kerja (Raker) bersama Komisi X DPR RI, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat. Ia menuturkan, jilid pertama buku yang akan terbit akan menceritakan awal mula Nusantara.
Buku Penulisan Ulang Sejarah Indonesia Jadi 11 Jilid, dari Awal Nusantara hingga Era Reformasi
“Tentang buku, Jilid 1 sejarah awal Nusantara. Jadi kita tidak sebut lagi prasejarah. Karena ini prasejarah ini mengacunya seolah-olah sejarah kita ini dimulai dari abad ke 4,” kata Fadli Zon.
Adapun jilid kedua bertajuk Nusantara dalam jaringan global India dan Cina. Sementara jilid ketiga yakni Nusantara dalam jaringan global Timur Tengah.
“Ini termasuk juga kita memasukan temuan-temuan sebagai contoh masuknya Islam ke Indonesia dengan ditemukannya situs Bongal beberapa tahun lalu di Tapanuli Tengah di Sumatera Utara ternyata Islam masuk lebih awal, dalam catatan sejarah kita Islam masuk di abad ke-13. Dengan adanya temuan di situs Bongal ternyata islam masuk lebih awal di abad ke 7 masehi,” ucap Fadli.
Jilid selanjutnya, kata Fadli, terkait ineraksi dengan barat, kemudian kompetisi dan aliansi, respons terhadap penjajahan hingga pergerakan kebangsaan. “Ketujuh adalah perang kemerdekaan Indonesia, yang kedelapan masa bergejolak dan ancaman terhadap integrasi,” tutur Fadli.
“Kemudian era orde baru (1967-1998), era reformasi (1999-2024). Ini yang merupakan konsep yang ditulis oleh para sejarawan dan tentu kita berikan semaksimal mungkin bahkan kebebasan untuk menulis ini sesuai dengan kompetensi keilmuwan masing-masing,” pungkasnya.