ORINEWS.id – Publik kembali dihebohkan oleh video viral pernikahan anak di bawah umur di Lombok Tengah.
Video yang beredar luas di media sosial memperlihatkan pasangan muda-mudi mengenakan pakaian adat Sasak tengah melakukan prosesi nyongkolan dengan iringan musik kecimol, disambut sorak sorai warga.
Diketahui, pengantin perempuan berinisial YL, baru berusia 15 tahun dan masih duduk di kelas 1 SMP. Sementara mempelai pria berinisial RN, merupakan pelajar kelas 1 SMK berusia 16 tahun.
Penelusuran Lombok Post mengungkap, pengantin perempuan berasal dari Dusun Karang Katon, Desa Sukaraja, Kecamatan Praya Timur, sedangkan pengantin laki-laki berasal dari Dusun Petak Daye 1, Desa Beraim, Kecamatan Praya Tengah.
Menurut AG, paman dari YL, pernikahan ini merupakan buntut dari dua kali kejadian kawin culik, sebuah praktik yang kerap dikaitkan dengan tradisi di Lombok.
“Dia pernah dilarikan (tradisi kawin culik, Red) kemudian dipisahkan. Kemudian ndak tau yang kedua ini ndak jadi dibelas (dipisahkan). Kawin culik pertama berhasil dipisahkan namun pada kawin culik kedua terjadi pernikahan,” jelas AG, Jumat (23/5).
Dalam video yang beredar, YL tampak ceria dan energik, bahkan ikut berjoget saat iringan nyongkolan berlangsung di jalan raya. Namun perilaku itu justru memicu komentar miring di media sosial. Sebagian warganet menuding YL mengalami gangguan kejiwaan atau terkena guna-guna.
Paman AG membantah keras tuduhan tersebut.
“Dia normal. Kalau anaknya normal. Itukan dia murni jiwa anak itukan. Bukan sebagai orang yang dewasa. Sampai dia teriak-teriak panggil ayahnya, kemudian dia main joget-joget,” jelas AG.
Ia juga menambahkan soal kemungkinan adanya unsur sihir dalam pernikahan dini tersebut.
“YL bisa saja terkena guna-guna orang Sasak karena kedua pengantin masih anak-anak kecuali pengantin dewasa,” imbuhnya.
Tingkah laku pengantin perempuan yang menunjukkan gestur “salam metal”, berteriak, dan bersikap seperti remaja ABG saat berada di pelaminan menambah kontroversi. Warganet terbelah antara yang mendukung dan yang mengecam pernikahan tersebut.
Sebagian merasa miris dan prihatin, menganggap hal ini sebagai kegagalan sistem perlindungan anak dan kurangnya edukasi keluarga. Namun sebagian lain menyebut ini bagian dari adat dan kebiasaan lokal yang tidak bisa diukur dengan standar luar.
Fenomena pengantin anak viral di NTB ini kembali menyorot pentingnya perlindungan anak dan edukasi keluarga tentang risiko pernikahan di usia belia.
Pakar menyebutkan bahwa anak-anak yang menikah terlalu muda rentan mengalami:
– Tekanan mental dan psikologis,
– Putus sekolah,
– Kesulitan ekonomi,
– serta resiko kesehatan saat menjalani kehamilan dan persalinan.
Kejadian ini menjadi cermin perlunya penegakan hukum perlindungan anak yang lebih tegas, serta edukasi menyeluruh di daerah pedesaan mengenai batas usia layak menikah. Tanpa itu, generasi muda berisiko kehilangan masa depannya karena keputusan yang diambil terlalu dini—baik karena tekanan sosial maupun budaya.