TERBARU

Edukasi

UIN Ar-Raniry Bahas Kesehatan Mental dalam Perspektif Islam Lewat Webinar Internasional

ORINEWS.id – Program Studi Doktor Studi Islam Pascasarjana UIN Ar-Raniry Banda menggelar webinar seri kedua dengan tema “Kesehatan Mental dalam Perspektif Islam,” Kamis (22/5/2025) secara virtual dan dipusatkan di aula lantai 2 Gedung Pascasarjana kampus setempat.

Webinar ini diikuti oleh sejumlah akademisi, dosen, dan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi. Diskusi dibuka secara resmi oleh Wakil Direktur Pascasarjana, Prof T Zulfikar.

Dalam sambutannya, Prof T Zulfikar menekankan pentingnya membahas kesehatan mental dari sudut pandang keislaman.

“Kesehatan mental bukan hanya soal medis, tapi juga menyangkut dimensi spiritual. Islam memiliki tradisi panjang dalam memahami keseimbangan jiwa,” ujar Zulfikar dalam sambutannya.

Zulfikar menambahkan, kegiatan ini merupakan bagian dari seri diskusi dua mingguan yang diselenggarakan Program Studi Doktor Studi Islam yang mengangkat tema-tema aktual dengan pendekatan keilmuan Islam. Menurutnya, forum seperti ini penting untuk memperluas wawasan keislaman yang kontekstual dan responsif terhadap persoalan kekinian.

Dalam webinar tersebut, Prof Madya Zaizul Ab Rahman dosen senior dari Pusat Kajian Teologi dan Filsafat Fakultas Pengajian Islam Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM) memaparkan berbagai persoalan kesehatan mental yang umum dialami masyarakat, sekaligus mengaitkannya dengan ajaran Islam.

Zaizul menyoroti lima isu utama yang kerap menjadi masalah kesehatan mental, mulai dari stres, gangguan kecemasan umum (Generalized Anxiety Disorder/GAD), hingga depresi berat. Ia menjelaskan bahwa stres adalah reaksi tubuh terhadap tekanan yang, apabila tidak tertangani, dapat menimbulkan gangguan fisik dan mental seperti sulit tidur, nyeri kepala, hipertensi, hingga penyakit jantung.

Selain itu, gangguan kecemasan umum ditandai dengan kekhawatiran berlebihan tanpa penyebab jelas, dengan gejala susah tidur, rasa panik, hingga sesak napas. Depresi berat, serangan panik, dan konflik rumah tangga juga disebutkan turut merusak keseimbangan mental individu.

BACA JUGA
USK Raih Predikat Tertinggi dalam Sistem Akuntabilitas

Menurut Zaizul, Islam menawarkan pendekatan spiritual yang kuat untuk membangun ketahanan mental melalui konsep resiliensi spiritual, yakni kemampuan tetap tenang dan optimistis menghadapi tekanan dengan bersandar pada nilai-nilai keimanan.

“Islam mengajarkan menyandarkan diri pada Allah, mengelola emosi, serta membina hubungan batin agar tetap positif,” ujarnya. Ia juga menegaskan pentingnya kesabaran yang disebutkan dalam lebih dari 200 ayat Al-Qur’an sebagai kekuatan utama dalam menghadapi kesulitan.

Prof Zaizul turut mengangkat fenomena kepercayaan masyarakat terhadap mata jahat (ain) dan kesurupan jin sebagai penyebab gangguan mental yang masih menjadi tantangan dalam pemahaman kesehatan mental umat Muslim. Ia mengingatkan stigma negatif yang masih melekat, seperti anggapan bahwa gangguan mental hanya dialami oleh orang yang “kurang iman,” padahal faktor biologis, sosial, dan psikologis turut berperan besar.

Dalam kesempatan itu, ia juga membantah kekhawatiran tentang tenaga profesional non-Muslim yang menangani pasien Muslim, karena etika profesi mengharuskan penghormatan terhadap nilai-nilai spiritual pasien.

Zaizul menegaskan pentingnya pendekatan integratif antara ilmu kedokteran modern dan spiritualitas dalam menangani isu kesehatan mental di komunitas Muslim kontemporer. Ia menjelaskan bahwa gejala seperti kecemasan, delusi, dan halusinasi sudah lama dikenali meskipun dahulu sering dikaitkan dengan moralitas atau aspek spiritual.

Di Malaysia, perhatian khusus diberikan pada kesehatan mental remaja. Data terbaru menunjukkan satu dari empat remaja mengalami gangguan kesehatan mental, yang diperparah tekanan hidup dan ketergantungan pada teknologi.

“Generasi muda lebih bergantung pada gadget daripada Al-Qur’an, sehingga jauh dari petunjuk ilahi yang memberi ketenangan,” katanya.

Prof Zaizul juga menekankan pentingnya manajemen waktu yang seimbang antara pekerjaan, keluarga, agama, dan kesehatan, serta rutin melakukan aktivitas fisik seperti olahraga. Meski fasilitas konseling sudah tersedia di universitas dan rumah sakit di Malaysia, stigma masih menjadi hambatan utama dalam penanganan kesehatan mental.

BACA JUGA
Pelatihan Metode Pengajaran dan Pembelajaran Efektif Ditutup, Kadisdikbud Aceh Besar Apresiasi YKMI

Dalam sesi tanya jawab, Prof Zaizul menjelaskan ajaran Islam tentang tawakal (berserah diri) kepada Allah setelah berusaha maksimal, serta menekankan bahwa cobaan hidup harus dihadapi dengan kesabaran dan kedekatan spiritual.

Sebelumnya, Ketua Program Studi S3 Studi Islam UIN Ar-Raniry, Prof Syamsul Rijal menyampaikan bahwa tema “Kesehatan Mental dalam Perspektif Islam” dipilih sebagai bentuk respons terhadap meningkatnya kesadaran dan kebutuhan mendalam di kalangan akademisi dan masyarakat akan pentingnya kesehatan mental.

“Memahami kesehatan mental tidak hanya dari sisi medis, tetapi juga perspektif keagamaan, khususnya Islam, sangat penting agar kita dapat memberikan solusi yang menyeluruh dan sesuai dengan nilai-nilai spiritual masyarakat Muslim,” ujar Prof Syamsul.

Ia menambahkan, webinar ini diharapkan dapat membuka wawasan baru sekaligus mendorong kolaborasi antara disiplin ilmu kedokteran dan keislaman dalam penanganan isu kesehatan mental di Indonesia dan kawasan sekitarnya. []

Artikel Terkait

Load More Posts Loading...No more posts.
Enable Notifications OK No thanks