TERBARU

NasionalNews

Direksi PLN hingga Telkom ‘Ha-ha Hi-hi’

Katanya, sebelumnya ada Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang mengatur tata kelola perusahaan.  Tapi nyatanya, pasal-pasal di situ cuma hiasan saja? Sanksi administratif seperti pencopotan jabatan dan denda ringan tidak cukup buat memberi efek jera. 

Contohnya, mantan Dirut Pertamina Karen Agustiawan yang korupsi Rp 200 miliar cuma divonis 9 tahun penjara. Itu belum seberapa dibanding kerugian yang dia timbulkan. Belum lagi, penegakan hukum di Indonesia seringkali diskriminatif. Kalau pelaku korupsi punya teman di atas, ya lolos begitu saja. Ini yang bikin para koruptor malah senyum-senyum. Tak ada yang takut lagi sama hukum.

Koruptor juga mungkin saja saat ini senyum lebar dengan adanya UU BUMN baru. Soalnya, dalam Pasal 3X dan 9G Undang-Undang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN) terbaru sedang menjadi sorotan publik lantaran diduga akan melemahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 

UU yang dikeluarkan pada tanggal 24 Februari 2025 tersebut akan membuat jajaran direksi BUMN tidak dapat ditangkap oleh KPK. Berikut adalah bunyi pasal 3X dan 9G UU BUMN yang terbaru.

Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan bahwa tanpa adanya leadership yang baik korupsi di lingkup Kementerian BUMN tidak mungkin bisa dihapus. Erick dan KPK telah mengadakan pertemuan untuk membicarakan tentang perubahan dalam UU BUMN. Erick menambahkan, dirinya berkunjung ke KPK untuk melakukan diskusi agar tercapai kesepakatan yang sesuai dengan perubahan UU BUMN.

Adapun bunyi pasal 3X ayat 1 dalam UU BUMN terbaru tahun 2025 adalah “Organ dan pegawai Badan bukan merupakan penyelenggara negara.”

Pasal 9G berbunyi “Anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN bukan merupakan penyelenggara negara.”

Dalam definisi Pasal 9G dijelaskan bahwa “tidak dimaknai bahwa bukan merupakan penyelenggara negara yang menjadi pengurus BUMN statusnya sebagai penyelenggara negara akan hilang”

Selama ini KPK bekerja dengan landasan hukum dalam UU Nomor 19 Tahun 2019 Pasal 11 ayat 1 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang isinya: Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf e, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap Tindak Pidana Korupsi yang:

BACA JUGA
Presiden pimpin Upacara Peringatan Detik-Detik Proklamasi pada HUT RI

a. Melibatkan aparat penegak hukum, Penyelenggara Negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan Tindak Pidana Korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau Penyelenggara Negara; dan/atau

b. Menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Pun Pasal 3X dan 9G diduga dapat menyulitkan KPK untuk menangkap atau memproses hukum direksi BUMN. Selain itu, juga dapat menghapus kewajiban anggota BUMN untuk melaporkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).

Namun, untuk kepastiannya akan disampaikan oleh KPK dan Kejaksaan setelah lembaga tersebut mengkaji UU yang baru tersebut.

Soal Pasal 3X dan 9G UU BUMN, Erick Thohir mengatakan bahwa walaupun bukan merupakan penyelenggara negara tersangka korupsi harus tetap menjalani proses hukum.

Erick menambahkan, bahwa KPK dan Kementerian BUMN masih dalam proses berdiskusi untuk menghapuskan korupsi di BUMN. Di sisi lain, jajaran direksi juga mendapatkan tugas baru dari Kementerian BUMN yaitu memantau dan melakukan penyelidikan pada perusahaan.

Kini dapat dikatakan bahwa jajaran direksi BUMN tak lagi masuk dalam golongan penyelenggara negara. Hal itu berdasarkan UU BUMN yang baru itu.

Namun, pakar hukum dari Universitas Borobudur, Hudi Yusut menyebut ‘ini sebuah kecelakaan berfikir apabila direksi dan komisaris BUMN dianggap bukan bagian dari penyelenggara negara’.

“BUMN itu usaha milik negara yang sebagian atau seluruh sahamnya adalah milik negara, BUMN mengelola uang dan asset negara dan pejabatnya diangkat oleh menteri terkait, oleh karena itu direksi dan komisaris merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan sebagai penyelenggara negara, namun berbeda fungsi dan kewenangan,” kata Hudi Yusuf saat berbincang dengan Monitorindonesia.com, Selasa (6/5/2025).

Seharusnya, tegas dia, tidak perlu risih apabila KPK dapat memproses hukum pejabat BUMN apabila terjadi dugaan tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara, siapapun yangg merugikan keuangan negara KPK wajib bertindak dan itu adalah tujuan KPK dibentuk.

“Sehingga aneh apabila pejabat BUMN tidak dapat diproses oleh KPK ada apa? BUMN seyogyanya benar-benar bersih dan tidak boleh merugikan keuangan negara dengan demikian sangat tepat apabila KPK memiliki kewenangan itu, betul-betul kecelakaan berfikir yg menghendaki KPK kehilangan wewenang utk proses komisaris dan direksi BUMN ,” tegas Hudi advokat dari Justice Law Office (JLO) itu.

BACA JUGA
Tak Kuat Jadi Buronan, Anak Buah Hercules Pembakar Mobil Polisi Akhirnya Menyerahkan Diri

Terkait kasus yang ditangani KPK dan Kejaksaaan Agung (Kejagung) saat ini, Hudi khawatir UU BUMN baru itu menjadi senjata para petinggi BUMN. Sebut saja di PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) hingga PT Telkom Indonesia (Telkom).

“Akan berbahaya juga jikalau kasus yang sedang ditangani KPK hingga Kejagung saat ini tak akan menyentuh petinggi perusahaan pelat merah itu. Sebut saja pada kasus dugaan korupsi pengadaan tower transmisi PT PLN (Persero) yang ditangani oleh Kejagung, korupsi PLN yang ditangani Kortas Tipikor Polri, pun di KPK juga soal korupsi Telkom. Mereka akan ‘Ha-ha hi-hi,” jelas Hudi.

Kalau tidak mau BUMN makin hancur, tambah Hudi, reformasi total wajib dilakukan. “Lalu Seleksi direksi dan komisaris harus berbasis meritokrasi, bukan Politik. Bentuk komite independen untuk awasi proses seleksi,” tegas Hudi.

Teruntuk KPK, tegas Hudi, harus lebih agresif pakai pasal pencucian uang (UU No. 8/2010) buat sita aset koruptor. Jangan biarkan pelaku korupsi lolos dengan hukuman ringan.

“Lalu soal regulasi harus lebih ketat, termasuk sanksi pidana yang lebih berat bagi direksi yang lalai. Dan kalau nggak ada reformasi total, maka BUMN bakal mati perlahan-lahan,” demikian Hudi Yusuf.

KPK dan Kejagung bisa apa?

Jubir KPK Tessa Mahardhika menyebutkan bahwa kajian itu dilakukan untuk melihat penerapan aturan tersebut dalam penegakan hukum yang bisa dilakukan KPK.

“Ya KPK ini, kan, pelaksana undang-undang, aturan yang ada tentu harus dijalankan. Penegakan hukum tidak boleh keluar dari aturan hukum,” kata Tessa kepada wartawan, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (2/5/2025).

“Tentunya dengan adanya aturan yang baru, perlu ada kajian baik itu dari Biro Hukum maupun dari Kedeputian Penindakan untuk melihat sampai sejauh mana aturan ini akan berdampak terhadap penegakan hukum yang bisa dilakukan di KPK,” tambahnya.

BACA JUGA
Program Makan Bergizi Gratis Dimulai di Peureulak, Danramil Dampingi Distribusi Perdana

Namun Tessa belum bisa berkomentar lebih lanjut, apakah bisa jajaran direksi BUMN dijadikan tersangka karena bukan penyelenggara negara. Dirinya mengatakan perlu kajian lebih lanjut.

“Ya saya pikir kita lihat nanti redaksi undang-undangnya seperti apa. Kalau memang saat ini bukan merupakan penyelenggara negara yang bisa ditangani oleh KPK, ya tentu KPK tidak bisa menangani. Nanti bagaimana nanti upayanya? Nah, ini kenapa saya sampaikan perlu kajian,” tutupnya.

Sementara Kejagung menyatakan bakal mengkaji penerapan aturan UU BUMN yang baru dalam aspek penegakan hukum.

“Jadi begini, terkait dengan keberadaan Undang-Undang BUMN yang baru tentu yang pertama kami terus melakukan pengkajian, pendalaman terhadap apakah kewenangan dari kita dari kejaksaan masih, tentu, masih diatur di dalam Undang-Undang BUMN,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar kepada wartawan di kantor Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Senin (5/5/2025).

Menurut Harli, selama ada tindak pidana fraud pada BUMN tentu bisa dilakukan penegakan hukum di sana.

Diketahui, Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) sebagai organisasi anti-fraud terbesar di dunia menjelaskan bahwa fraud adalah perbuatan manipulasi yang dilakukan oleh individu ataupun organisasi yang menyimpang dan dapat merugikan individu, organisasi, hingga pihak ketiga. 

Di sisi lain, fraud juga dapat diartikan sebagai bentuk kecurangan dalam menyajikan laporan keuangan yang dilakukan secara sengaja untuk kepentingan pribadi.

“Menurut kita sepanjang disana ada fraud misalnya, sepanjang ada fraud, katakan ada persekongkolan, permufakatan jahat, tipu muslihat yang dimana katakan korporasi atau BUMN itu mendapat aliran dana dari negara, saya kira itu masih memenuhi terhadap unsur-unsur daripada tindak pidana korupsi,” jelas Harli.

Eks Kajati Papua Barat itu menyebutkan di situlah fungsinya penyelidikan. Penyelidikan, menurut dia, akan melihat apakah dalam satu peristiwa tindakan yang terjadi di BUMN masih ada tindak pidana fraud-nya.

“Kemudian ada unsur aliran uang negara di situ yang katakanlah terkait dengan satu kegiatan atau satu operasi yang terjadi di BUMN. Dan saya kira itu menjadi pintu masuk dari APH untuk melakukan penelitian lebih jauh,” tandas Harli.

Artikel Terkait

Load More Posts Loading...No more posts.